Kesabaran Meretas Damai

Hari itu, Senin 15 Agustus 2005, matahari mulai condong ke arah barat. Ribuan warga Aceh memadati halaman Masjid Raya Baiturrahman. Mereka datang dari berbagai pelosok Aceh dengan semangat damai untuk menyaksikan proses penandatanganan nota kesepahaman (Memorandum of Understanding--MoU) antara Pemerintah Republik Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM).
Meski hanya menyaksikan melalui layar televisi yang sengaja dipasang pada berbagai penjuru halaman masjid, ribuan warga Aceh saat itu begitu antusias mengikuti detik demi detik proses penandatangan perjanjian damai untuk menyudahi pertikaian yang telah berlangsung hampir 30 tahun.
Saat itu, ketika naskah perjanjian damai resmi ditandatangani di Smolna, The Government Banquet Hall, Helsinki, oleh Hamid Awaluddin (perwakilan RI) dan Malik Mahmud (perwakilan dari GAM) disaksikan Martti Ahtisaari--mantan Presiden Finlandia--ribuan warga di halaman masjid secara spontan bersorak tanda syukur. Untaian doa mengalun dari ribuan warga Aceh yang berada di halaman masjid.
Bulir-bulir air mata terlihat mengalir dari pipi sejumlah warga Aceh yang turut hadir dalam perhelatan sejarah menuju Aceh baru. Air mata yang menetes saat itu, hanyalah sepenggal tanda syukur dari ribuan warga Aceh yang menyimpan asa menatap Aceh dalam damai abadi.
Waktu terus berlalu, episode demi episode meretas jalan damai tak pernah mandeg untuk berhenti. Hingga tak terasa, Rabu 15 Agustus 2007, peristiwa bersejarah itu telah memasuki usia dua tahun. Usia yang memang belum cukup untuk dapat dikatakan matang dalam perjalanan mempertahankan damai abadi di bumi Serambi Mekkah. Damai Aceh memang bukan sesuatu asal jadi, banyak liku-liku yang harus dilalui di sejumlah tempat dan meja perundingan. Bahkan tujuh tahun yang lalu, Yayasan Henry Dunant Center yang berpusat di Jenewa pernah menggagas peta damai di Aceh, namun langkah ini harus kandas di tengah jalan. Kedua belah pihak saat itu belum saling percaya. Dialog pun berhenti hingga akhirnya pemerintah RI menetapkan Darurat Militer di Aceh, 19 Mei 2003. Prahara itu kembali bergolak di Aceh. Banyak jiwa meregang nyawa, ribuan warga terpaksa eksodus ke berbagai tempat yang lebih aman. Dalam kemelut yang belum surut itu, harus juga diakui bahwa ada ketetapan 'Yang Agung' kembali harus dirasakan rakyat Aceh. Perih memang, Aceh kembali diguncang prahara musibah gempa berkekuatan 8,9 skala richter yang diiringi tsunami, 26 Desember 2004.
Tetapi, selalu ada hikmah dari kesedihan dan lara yang terjadi kala itu. Perlahan tapi pasti, 27 Januari 2005 pihak RI dan GAM kembali ke meja perundingan. Banyak pikiran, gagasan, ide, dan pandangan yang telah tercurah untuk Aceh, hingga akhirnya bahtera damai bertepi ke pelabuhan yang ditunggu bersama, 15 Agustus 2005.
Perdamaian Aceh adalah inisiatif yang inovatif dan konstruktif.
Sebuah gagasan cerdik yang lahir dari perenungan mendalam untuk memberikan yang terbaik bagi anak bangsa di Tanah Rencong.
Harus diakui, meretas jalan perdamaian di Aceh adalah buah dari kesabaran dan kerja keras berbagai pihak di Aceh. Tak bisa dipungkiri juga, bahwa damai saat ini adalah sebuah usaha keras dan kesungguhan dari untaian doa para pendahulu kita yang tak pernah lelah dipanjatkan dalam setiap kesempatan. Bisa saja, damai ini adalah buah doa yang terucap dari lisan dan hati orang-orang yang ikhlas di maqam izabah (tempat dikabulnya doa) dan doa yang terucap dengan ikhlas di saatul izabah (waktu dikabulnya doa).
Bagaimanapun juga, damai ini telah diretas dengan penuh liku-liku. Perlu perjuangan dan kerja keras dibarengi kesabaran untuk menggapainya. Maka dari itu, sia-sialah orang yang sengaja merusak perdamaian yang sedang berlangsung saat ini.
Jangan biarkan proses ini kembali terhenti dan ternodai tangan-tangan tak bertanggung jawab. Damai kali ini adalah harga mahal yang harus dibayar demi sebuah cita-cita bersama membangun Aceh yang lebih bermartabat. Syukur, sabar, dan ikhlas adalah kunci agar bahtera damai ini benar-benar berlabuh di dermaga sesungguhnya yang telah lama dicita-citakan. Semoga!
#arif ramdan#

3 Comments

Previous Post Next Post