Suara Nyak-Nyak Suara Siapa?


SAEFUDDIN adalah warga kota Banda Aceh, orang-orang memanggilnya Fudin. Hari Senin lalu dia menggerutu, jalan yang biasa dilaluinya untuk berangkat bekerja harus diputar arah. Lebih jauh, sudah tentu. Tetapi bukan itu, Fudin jengkel kalau sudah berhadapan dengan macet. Macet Banda Aceh Senin lalu itu, memang cukup merepotkan pengendara jalan raya. Ribuan orang dari pelosok kampung di Aceh datang ke jantung kota. Katanya mereka mau berdemo, demonya mendukung pemerintahan Aceh saat ini.
Sebelum hari H, tamu ‘undangan’ penguasa itu sudah memadati kawasan Lingke, Banda Aceh. Asrama haji, yang biasa menjadi transit tamu Allah di musim haji, malam itu berubah menjadi tempat transit tamu pemerintah Aceh. Kata orang-orang, mereka yang terdiri dari banyak nyak-nyak dan kaum perempuan Aceh itu datang ke Banda Aceh untuk berdoa dan memberikan sokongan atas keberhasilan pemerintah Aceh saat ini.
Ada yang membawa kertas karton putih bertuliskan pemerintahan saat ini sukses memberi beasiswa, ADG, dan santunan anak yatim. Selebihnya, para nyak-nyak yang datang dari jauh itu memakai ikat kepala bertulis Aceh Damai. Di kelompok lain, kompak berseragam putih bersih, katanya mereka mau berdzikir di Masjid Raya. Beberapa diantaranya, asyik bercengkrama dengan anak-anak mereka yang kuliah di Banda Aceh. Bagi mereka, seperti melepas rindu di negeri yang jauh.
Saatnya aksi di Senin pagi itu, mereka berjalan menuju Kantor Gubernur Aceh, mereka menyuarakan dukungan--katanya--atas keberhasilan gubernur memimpin Aceh saat ini. Dari Kantor Gubernur Aceh mereka melanjutkan misi ke Gedung DPR Aceh. Sama, disana juga mereka menyuarakan dukungan kepada pemerintah Aceh. Di sudut lain, berteriak meminta tapol\napol Aceh yang masih ditahan segera dibebaskan. Sementara, nyak nyak berbaju putih masih bertanya-tanya, undangannya berdzikir tetapi ada teriak-teriak seperti demonya mahasiswa. “Kamoe kecewa, kareuna ka dipeungeut. Ternyata hana merumpok ngen ulama (Kami kecewa karena sudah ditipu. Ternyata, tidak ada bertemu ulama). “Bak kamoe dipeugah jak zikir, dan meurumpok ulama di Asrama Haji Banda Aceh, dan diyue pake baje puteh (Kepada kami dibilang pergi berzikir dan bertemu ulama di Asrama Haji Banda Aceh, serta disuruh mengenakan pakaian putih).
Ah, kaum perempuan Aceh yang datang ke Jantung Kota itu masih bisa ditanya lebih banyak lagi. Siapa yang mengundang mereka ke Banda Aceh? Untuk apa mereka datang? mereka mengerti tidak indikator keberhasilan sebuah pemerintahan itu? tetapi pertanyaan tersebut, enggan dijawab para peserta demo propemerintah Aceh itu. “Lon Hana Teupeu”, katanya singkat.
Aksi kaum perempuan Aceh Senin lalu itu, memang menyita perhatian orang-orang di Banda Aceh. Selain tentu pemandangan yang langka dari sebuh demo yang diikuti perempuan yang sudah tua tua--meski ada yang muda--aksi itu juga mengundang banyak tanya. Sebab, selain demo di titik-titik yang ditentukan para koordinator. Sejumlah tempat wisata di Banda Aceh juga disesaki mereka, museum tsunami juga demikian.
Lalu suara mereka itu untuk apa? mendukung tiga tahun pemerintahan? ah terlalu narsis dikampanyekan. Orang-orang pintar di Aceh juga banyak, jika mereka mau jujur, pasti mereka berpendapat tiga tahun berlalu belum banyak perubahan bagi rakyat Aceh. Lalu suara nyak nyak itu suara siapa dan untuk apa?
Jawabannya mudah, alam demokrasi ini memungkinkan orang menggerakan massa untuk tujuan dan kepentingan pribadi. Jika dilihat dari serpihan-serpihan fakta di lapangan saat terjadi aksi itu, banyak yang tidak tahu apa yang sebenarnya mereka suarakan. Vox Vovuli, Vox Nyak-nyak?
-- foto:dok.serambinews.com

Post a Comment

Previous Post Next Post