ACEH sudah sering diposisikan sebagai negeri syariat, konsekwensi itu juga menuntut daerah ini bersih dari berbagai tindak maksiat. Tetapi, itu hanya keinginan dan cita-cita yang tidak bisa seratus persen terlaksana. Ada sisi-sisi gelap Aceh yang jarang muncul ke permukaan dalam kehidupan nyata orang-orang di negeri ini. Entah itu bersembunyi atau sengaja ditutup-tutupi karena menjadi nista dari negeri berjuluk serambi mekah ini.
Coba anda buka mata. lihat kehidupan 'lain' di luar keagungan negeri Aceh. Anda akan terkejut, ada sisi lain yang luput dari perhatian kita. Prostitusi terselubung di Aceh justru sudah masuk kategori mengkhawatirkan. Betapa tidak, di saat aturan begitu ketat diberlakukan untuk urusan penyelewengan syahwat justru semakin banyak pelanggaran dan praktik tersembunyi dari bisnis syahwat di Aceh.
Ketika para pengagum gaya hidup bebas, merasa terjepit dengan aturan dan ancaman hukum jika kedapati berbuat mesum, maka banyak cara mereka lakukan untuk tetap menikmati hidup di wilayah 'basah' itu. Dulu, kita jarang mendapati orang-orang melepas syahwat di dalam mobil sambil melaju di keheningan malam di pusat kota Banda Aceh, namun model-model seperti itu saat ini sudah sering didapat. Jika sedang sial, ada saja warga yang memergoki mereka ketika terpaksa berhenti dalam kesunyian di ujung jalan. Ganjarannya sudah pasti dibal-bal sebelum diserahkan ke pihak berwenang.
Sisi gelap Aceh, jika ditelusuri dengan serius maka anda akan mendapati hal itu dengan ketidakpercayaan. Itu sah saja, apalagi anda yang selama ini tertutup dengan kehidupan malam di negeri ini. Sisi gelap Aceh, memang tidak mengalahkan besarnya pamor negeri yang berbudaya dan bersyariat ini. Tetapi setidaknya inilah potret Aceh masa kini, negeri yang semula tertutup tiba-tiba harus membuka diri dengan ketidaksiapan benteng moral.
Tsunami tidak hanya menggerus gedung-gedung kokoh, rumah sebagai pelindung anak-anak remaja Aceh, tetapi proses rehabilitasi yang banyak melibatkan orang lintas etnis, suku, dan negara telah membuat sebagian anak-anak Aceh gelap mata. Gaya hidup yang tiba- tiba menuntut hedonis telah salah arah ditafsirkan. Sebagian orang di negeri ini tidak siap, terbelalak dengan keadaan. Lupa daratan lalu jalan di sisi gelap kehidupan.
Banyak faktor, orang terjebak di wilayah itu, wilayah yang semua orang menyebutnya hitam. Bisa saja karena faktor kemiskinan, gaya hidup, atau bahkan ketidaktahuan karena kurang pemahaman alias tidak sama sekali belajar norma-norma hidup sebagai orang timur. Tetapi, apapun alasannya, sering kita tidak pernah peduli kepada mereka yang terjebak di wilayah itu. Banyaknya, menghakimi, menyumpah serapahi, dan menutup mata dari kehidupan mereka yang seharusnya kita tarik dari wilayah itu.
Anda juga akan kaget, ratusan nama para penjaja jasa kenikmatan syahwat punya nama baik-baik yang terambil dari nama orang saleh di masa lalu. Kita bisa langsung mengenali mereka dari mana bermula. Mereka bermula dari gampong-gampong yang nekad membuka selubung kemiskinan dengan jalan yang keliru. bisa juga mereka yang hidup cukup tetapi salah jalan memanfaatkan kecukupannya itu.
Sudahlah, ini pekerjaan besar semua orang yang hidup di negeri Aceh. Jika sebuah yayasan menyebut mereka ada ratusan lebih bergerilia dalam gelap malam atau dijemput di rumah-rumah kost, menuju hotel-hotel teraman di Banda Aceh, maka itulah fakta adanya.
Mengangkat mereka dari jalan itu, tentu bukan perkara mudah. Namun demikian, langkah antisipasi agar tidak menjadi penyakit sosial yang akut perlu tetap dilakukan agar sisi gelap Aceh tidak bergerak menjadi 'gerhana' total yang membuat negeri ini benar-benar gulita.