Mau Jadi Wakil Rakyat?


Spanduk bertuliskan pendaftaran anggota legislatif atau wakil rakyat mulai berkibar di sejumlah kantor partai politik di Banda Aceh. Beberapa partai telah membuka secara resmi pendaftaran siap-siapa yang akan menjadi wakil rakyat di parlemen. Banyak ragam yang disodorkan sebagai syarat yang harus dipenuhi untuk menjadi wakil rakyat, ada yang mengharuskan kader tulen di sebuah partai, ada pula yang memberi ruang kepada simpatisan partai atau masyarakat luas.
Pemilu legislatif memang tinggal hitungan bulan. Tahun 2009 mendatang genderang demokrasi segera ditabuh. Dari sini pula dipatok masa depan negeri ini. Siapa yang mau jadi wakil rakyat? Siapa yang mau memimpin negeri ini? Silakan, semuanya berhak dengan syarat mampu mengemban amanah ratusan juta penduduk negeri ini. Bukan justru menyengsarakan rakyat dengan beragam kebijakan politik yang kurang tepat.
Bicara wakil rakyat, berarti bicara orang yang menjadi kepercayaan rakyat di kursi parlemen. Itu hakikat terpenting dari namanya wakil rakyat. Sebagai wakil rakyat, sejatinya sudah benar-benar mengerti bahwa yang bersangkutan tidak berdiri sendiri dengan jabatanya itu, tetapi dia adalah corong aspirasi dari rakyat yang diwakilinya. Dengan demikian, seorang wakil rakyat tidak hanya memperkaya diri dengan jabatan yang diembannya, wakil rakyat juga jangan meninggalkan rakyat begitu saja ketika kursi 'empuk' telah benar-benar didudukinya. Jangan lagi terulang, kebiasaan yang sudah-sudah, menjadikan rakyat sekadar tunggangan atau batu loncatan menuju kekuasaan.
Wakil rakyat mempunyai esensi tugas yang kerap terlupakan, yakni melayani rakyat. Peran melayani itulah yang sepertinya tidak dipahami secara benar oleh wakil rakyat yang rata-rata berpendidikan, ada profesor, insinyur, dan aneka predikat akademik lainnya. Fungsi pelayanan itu sebetulnya sifat, bobot, dan maksud yang teramat sederhana. Anak-anak kecil pun tahu arti pelayanan itu.
Hal-hal yang langsung mengena, dan menyentuh kepentingan rakyat adalah bukti pelayanan seorang wakil rakyat. Tidak ada pembatasan strata wakil rakyat. Tidak ada sekat yang membatasi tugas dan fungsi pelayanan antara wakil rakyat yang duduk di tingkat DPRD kabupaten/kota, DPRD Provinsi dan DPR. Tetapi, kenyataan itu seolah telah hilang selama ini, wakil rakyat sering diposisikan sebagai 'raja' ketika turun ke daerah.
Menjadi wakil rakyat, boleh siapa saja asal rakyatnya mendukung. Mekanisme yang mesti ditempuh dari proses internal kepartaian adalah hal lumrah. Ketika partai mematok syarat harus loyal kepada partai, jangan lupa bahwa hakikatnya bukan sama partai saja, tetapi wakil rakyat mesti benar-benar loyal kepada rakyatnya sendiri. Pemilu 2009 masih dalam hitungan bulan ke depan. Mereka yang memiliki niat menyandang status sebagai wakil rakyat, jangan lupa untuk bertafakur sejenak bahwa posisi itu tidak semata posisi adu tawar politik dan 'menambah' kesejahteraan secara pribadi dan partai, tetapi sebuah jembatan menyampaikan aspirasi rakyat dan penyambung keluh-kesah rakyatnya. Maka syair lagu Iwan Fals, mesti menjadi renungan bagi mereka yang saat ini sudah berniat menjadi wakil rakyat. "Wakil rakyat seharusnya merakyat. Jangan tidur waktu sidang soal rakyat".
Tentu bukan hanya soal jangan tidur ketika menentukan nasib rakyat, tetapi jangan diam dan berlepas tangan ketika sejumlah kebijakan pemerintah secara nyata telah menyengsarakan rakyat. Juga jangan diam ketika secara materi wakil rakyat sudah sejahtera, justru rakyat yang diwakilinya malah terlunta-lunta. --Foto : Dok. M Anshar/Serambi Indonesia--

2 Comments

Previous Post Next Post