PENGANTAR - Setelah sekian lama tidak terdengar, isu pembentukan Provinsi Aceh Louser Antara (ALA) dan Aceh Barat Selatan (Abas) kembali diwacanakan. Jeda sejenak atas tuntutan pemekaran diri dari provinsi induk, semata-mata dilakukan untuk menghargai MoU Helsinki dan proses damai yang sedang berlangsung. Atas dasar apa dan kenapa sejumlah tokoh di kawasan Louser tetap memperjuangkan pembentukan provinsi baru tersebut? Bahkan, ternyata mereka juga menagih janji Wali Nanggroe Hasan Tiro, yang pernah memetakan Aceh menjadi 18 kegubernuran. Simak wawancara Wartawan Tabloid Kontras, Arif Ramdan dengan Kepala Humas Komite Percepatan Pemekaran Provinsi Aceh Louser Antara (KP3ALA) H.M Iwan Gayo, Selasa (29/1).
--- "Wali Nanggroe Hasan Tiro pernah berjanji kepada Husni Jalil, Gubernur GAM wilayah Linge saat itu, bahwa akan dibangunkan kantor gubernur wilayah Linge di Takengon. Kalau Hasan Tiro tidak memenuhi janjinya, dia akan tuntut Wali Nanggroe ke Mahkamah Internasional. Ini artinya pihak GAM sendiri sejak awal memang punya konsep bahwa Aceh ini akan dimekarkan ke dalam 18 kegubernuran." -------
Bisa dijelaskan, kenapa isu pembentukan ALA diusung kembali, padahal Aceh sudah memiliki program pembangunan yang matang melalui UUPA?
Keinginan untuk membentuk Provinsi ALA tetap kami perjuangkan. Karena agenda kami menunggu satu tahun sudah gol. Aceh sudah menikmati perdamaian, suasana membangun, dan implementasi UUPA satu tahun. Sekarang sudah waktunya kami kembali menyuarakan aspirasi untuk mendapat pemekaran daerah.
Dalam MoU pasal 5 dan 8 disebut ikhwal pemekaran, meski secara spesifik tidak menyebut provinsi. Tetapi dalam terjemah kita, Aceh punya hak memekarkan daerahnya. Cuma, karena pemerintah Aceh tidak mau merekomendasi pemekaran ALA maupun Abas maka kita diberi kesempatan untuk memanfaatkan hak DPR RI untuk memekarkan wilayah mana pun di Indonesia melalui usul inisiatif DPR RI.
Apa tidak bertentangan dengan MoU Helsinki?
Kita tetap menghormati MoU, kita mengakui lembaga Wali Nanggroe, kita juga menunggu Wali Nanggroe. Jika dia adalah Hasan Tiro, maka kita menunggu beliau kembali ke Aceh. Artinya, kita sama-sekali tidak punya niat secara geografis, sosiologis, kultur, dan agama berpisah dengan Aceh. Kita adalah bagian dari Aceh yang tidak bisa dipisahkan secara geografis, kultur, dan agama. Kita cuma minta terpisah secara administrasi pemerintahan, layaknya provinsi lain di Indonesia ini. Mekar akan membawa berkah, tidak ada mudharatnya sama sekali. Ibarat Pidie mekar menjadi Pidie Jaya. Kita lihat sekarang beberapa daerah yang mekar mengalami kemajuan, sejahtera, dan pembangunan berjalan. Jadi mekar bagi kami merupakan sebuah manfaat yang besar untuk memecahkan problema rentang kendali di Aceh ini. Karena kita tahu Aceh sangat luas, hampir sebanding dengan Jawa keseluruhan.
Kita berharap, walaupun nanti kita punya status provinsi di bawah Undang-Undang Republik Indonesia, tetapi secara kultur, sosial, budaya, dan agama kita tetap satu dengan Aceh. Itu sebab kita menggunakan nama Aceh Louser Antara, kita tidak memakai nama lain. Kita tahu bahwa aspirasi ini mempunyai kecurigaan dari masyarakat Aceh bahwa kita akan pisah secara totalitas dari Aceh. Kita pertahankan, kita punya logo dan moto Serambi Madinah.
Kondisi terakhir kawasan yang menuntut pemekaran?
Kami baru pulang dari Samarkilang, satu daerah paling termarjinalkan di sentral Aceh, khususnya di Bener Meriah. Saya tidak yakin Irwandi dapat melihat daerah kekuasaannya sampai ke Samarkilang. Daerah ini sangat termarjinalkan dari pemerintahan Irwandi. Contoh, dari masa konflik 30 tahun dari masa DI/TII sampai GAM itu daerah sama-sekali belum memperoleh pembangunan. Kami beberapa waktu lalu terjebak di tengah hutan, kira-kira 14 km dari Samarkilang karena jalan sangat licin, tanah, dan berlumpur. Jadi satu tahun pemerintahan Irwandi belum pernah saya dengar ada upaya untuk memperbaiki infrastruktur dan prasana jalan. Pembangunan di Kabupaten Bener Meriah sangat terabaikan, padahal produksi kopi dan sumber daya alam lainnya sangat melimpah.
Isu pembentukan Provinsi ALA saat ini dinilai bukan waktu yang tepat?
Tidak, justru inilah sebenarnya suasana yang paling benar (tepat-red). Kalau waktu 15 Agustus 2005 setelah MoU Helsinki kami bergerak, maka kami salah. Kami sudah bergerak jauh-jauh hari sebulum MoU. Setelah setahun Aceh damai, maka pemekaran dalam keadaan damailah yang sangat tepat dilaksanakan.
Kami katakan, kami mohon maaf, Pak Irwandi tidak cukup persepsi tentang Aceh. Dia katakan, Aceh adalah Aceh, titik. Padahal Aceh adalah Gayo, Alas, Kluet, Singkil, Aneuk Jame, Simeulue, Pakpak, Dairi. Banyak sekali, jadi Aceh itu multietnis. Kalau tidak diperbaiki nasibnya, maka mereka akan tetap melakukan perlawanan.
Ada tuduhan, isu ALA hanya keinginan elite semata untuk meraih kekuasaan?
Tuduhan itu salah sama sekali. Kenapa saya katakan Irwandi tidak cukup persepsi tentang pemekaran ini? karena dia tidak tahu gerakan ini sudah lima tahun yang lalu, dan saya sendiri mengumpulkan sebanyak 27.000 tandatangan yang digalang di Aceh Tengah. Itu saya serahkan langsung kepada Komisi II DPR RI, ke Mendagri M Ma'ruf saat itu. Bahwa aspirasi ini bukan aspirasi Armen Desky, Tagor, dan saya. Tetapi ini aspirasi rakyat, keinginan ini tidak lahir saat ini, tetapi dari zaman bapak kami pejuang dulu. Bupati pertama Aceh Tengah, sudah mencanangkan hal ikhwal provinsi. Tetapi karena Pemerintah Republik Indonesia saat itu dipimpin Soekarno, tidak memperhatikan daerah kita, bahkan kita digabung dengan Sumatera Utara dan aspirasi ini tidak pernah tersampaikan.
Baru kita sampaikan ketika konflik RI dan GAM sudah sangat menyengsarakan rakyat. Bahwa pemekaran itu adalah hak bagi rakyat.
Ini kan mudah saja, coba lihat dulu ketika Banten belum mekar dari Jawa Barat. Gorontalo, Riau Kepulauan, Bangka Belitung, setelah jadi provinsi maka pembangunan berlangsung di mana-mana. Rakyat senang, tidak ada perang antara Jawa Barat dengan Banten, Riau Daratan dan Riau Kepulauan. Semuanya baik-baik saja, karena mekar semuanya dalam arti pisah administrasi pemerintahan. Sebanyak 4 Juta lebih rakyat Aceh dipimpin oleh satu gubernur, maka tak sempat dia pantau daerah terpencil. Tetapi kalau dipimpin tiga atau empat gubernur, waduh cepat sekali, rakyat Aceh akan makmur.
Presiden SBY pernah menyatakan akan menyetop pemekaran?
Beliau boleh saja mengatakan seperti itu, tetapi itu dalam kontek jeda dulu, menunggu pemilu. Kalau menunggu pemilu, SBY saya pikir telat. Maka ketika DPR berinisiatif membahas kembali rancangan UU pemekaran yang sudah diatur selama lima tahun, saya pikir DPR paling bijaksana melihat Aceh.
Apa karena Anda dan kawan-kawan kurang setuju karena yang memimpin Aceh sekarang dari mantan GAM?
Tidak, tidak sama sekali. Bahkan, dari hasil MoU ini kami berharap janji Hasan Tiro (kalau Aceh Merdeka--red) akan membangun kantor gubernur untuk wilayah Linge, Takengon, bisa ditepati. Wali Nanggroe Hasan Tiro pernah berjanji kepada Husni Jalil, Gubernur GAM wilayah Linge saat itu, bahwa akan dibangunkan kantor gubernur wilayah Linge di Takengon. Kalau Hasan Tiro tidak memenuhi janjinya, dia akan tuntut Wali Nanggroe ke Mahkamah Internasional. Ini artinya pihak GAM sendiri sejak awal memang punya konsep bahwa Aceh ini akan dimekarkan ke dalam 18 kegubernuran. Jadi saya imbau kepada Irwandi, berilah kesempatan kepada Pemerintah RI untuk mengeluarkan biaya dan tenaga untuk memekarkan Aceh sebanyak mungkin seperti yang dikehendaki oleh Hasan Tiro. Yang namanya Aceh Tengah, Gayo Alas, tidak mungkin pisah fisik dengan Aceh. Kita sudah lama bersatu dari abad pertama Islam masuk, kita satu dalam agama, dan adat istiadat.
Prof Baihaki AK, Ketua Persiapan Provinsi ALA mengatakan dua tahun lalu, kita pakai kata 'Aceh' di depan sebutan untuk ALA. Kami orang Gayo, kami sebut Aceh Tengah, kami berikan nama Serambi Madinah, karena kami ingin tetap bersama gandeng-bergandeng, kami tidak lepas. Mohon persepsi Irwandi itu diubah, kalau kami minta mekar itu bagus adanya.
--- "Wali Nanggroe Hasan Tiro pernah berjanji kepada Husni Jalil, Gubernur GAM wilayah Linge saat itu, bahwa akan dibangunkan kantor gubernur wilayah Linge di Takengon. Kalau Hasan Tiro tidak memenuhi janjinya, dia akan tuntut Wali Nanggroe ke Mahkamah Internasional. Ini artinya pihak GAM sendiri sejak awal memang punya konsep bahwa Aceh ini akan dimekarkan ke dalam 18 kegubernuran." -------
Bisa dijelaskan, kenapa isu pembentukan ALA diusung kembali, padahal Aceh sudah memiliki program pembangunan yang matang melalui UUPA?
Keinginan untuk membentuk Provinsi ALA tetap kami perjuangkan. Karena agenda kami menunggu satu tahun sudah gol. Aceh sudah menikmati perdamaian, suasana membangun, dan implementasi UUPA satu tahun. Sekarang sudah waktunya kami kembali menyuarakan aspirasi untuk mendapat pemekaran daerah.
Dalam MoU pasal 5 dan 8 disebut ikhwal pemekaran, meski secara spesifik tidak menyebut provinsi. Tetapi dalam terjemah kita, Aceh punya hak memekarkan daerahnya. Cuma, karena pemerintah Aceh tidak mau merekomendasi pemekaran ALA maupun Abas maka kita diberi kesempatan untuk memanfaatkan hak DPR RI untuk memekarkan wilayah mana pun di Indonesia melalui usul inisiatif DPR RI.
Apa tidak bertentangan dengan MoU Helsinki?
Kita tetap menghormati MoU, kita mengakui lembaga Wali Nanggroe, kita juga menunggu Wali Nanggroe. Jika dia adalah Hasan Tiro, maka kita menunggu beliau kembali ke Aceh. Artinya, kita sama-sekali tidak punya niat secara geografis, sosiologis, kultur, dan agama berpisah dengan Aceh. Kita adalah bagian dari Aceh yang tidak bisa dipisahkan secara geografis, kultur, dan agama. Kita cuma minta terpisah secara administrasi pemerintahan, layaknya provinsi lain di Indonesia ini. Mekar akan membawa berkah, tidak ada mudharatnya sama sekali. Ibarat Pidie mekar menjadi Pidie Jaya. Kita lihat sekarang beberapa daerah yang mekar mengalami kemajuan, sejahtera, dan pembangunan berjalan. Jadi mekar bagi kami merupakan sebuah manfaat yang besar untuk memecahkan problema rentang kendali di Aceh ini. Karena kita tahu Aceh sangat luas, hampir sebanding dengan Jawa keseluruhan.
Kita berharap, walaupun nanti kita punya status provinsi di bawah Undang-Undang Republik Indonesia, tetapi secara kultur, sosial, budaya, dan agama kita tetap satu dengan Aceh. Itu sebab kita menggunakan nama Aceh Louser Antara, kita tidak memakai nama lain. Kita tahu bahwa aspirasi ini mempunyai kecurigaan dari masyarakat Aceh bahwa kita akan pisah secara totalitas dari Aceh. Kita pertahankan, kita punya logo dan moto Serambi Madinah.
Kondisi terakhir kawasan yang menuntut pemekaran?
Kami baru pulang dari Samarkilang, satu daerah paling termarjinalkan di sentral Aceh, khususnya di Bener Meriah. Saya tidak yakin Irwandi dapat melihat daerah kekuasaannya sampai ke Samarkilang. Daerah ini sangat termarjinalkan dari pemerintahan Irwandi. Contoh, dari masa konflik 30 tahun dari masa DI/TII sampai GAM itu daerah sama-sekali belum memperoleh pembangunan. Kami beberapa waktu lalu terjebak di tengah hutan, kira-kira 14 km dari Samarkilang karena jalan sangat licin, tanah, dan berlumpur. Jadi satu tahun pemerintahan Irwandi belum pernah saya dengar ada upaya untuk memperbaiki infrastruktur dan prasana jalan. Pembangunan di Kabupaten Bener Meriah sangat terabaikan, padahal produksi kopi dan sumber daya alam lainnya sangat melimpah.
Isu pembentukan Provinsi ALA saat ini dinilai bukan waktu yang tepat?
Tidak, justru inilah sebenarnya suasana yang paling benar (tepat-red). Kalau waktu 15 Agustus 2005 setelah MoU Helsinki kami bergerak, maka kami salah. Kami sudah bergerak jauh-jauh hari sebulum MoU. Setelah setahun Aceh damai, maka pemekaran dalam keadaan damailah yang sangat tepat dilaksanakan.
Kami katakan, kami mohon maaf, Pak Irwandi tidak cukup persepsi tentang Aceh. Dia katakan, Aceh adalah Aceh, titik. Padahal Aceh adalah Gayo, Alas, Kluet, Singkil, Aneuk Jame, Simeulue, Pakpak, Dairi. Banyak sekali, jadi Aceh itu multietnis. Kalau tidak diperbaiki nasibnya, maka mereka akan tetap melakukan perlawanan.
Ada tuduhan, isu ALA hanya keinginan elite semata untuk meraih kekuasaan?
Tuduhan itu salah sama sekali. Kenapa saya katakan Irwandi tidak cukup persepsi tentang pemekaran ini? karena dia tidak tahu gerakan ini sudah lima tahun yang lalu, dan saya sendiri mengumpulkan sebanyak 27.000 tandatangan yang digalang di Aceh Tengah. Itu saya serahkan langsung kepada Komisi II DPR RI, ke Mendagri M Ma'ruf saat itu. Bahwa aspirasi ini bukan aspirasi Armen Desky, Tagor, dan saya. Tetapi ini aspirasi rakyat, keinginan ini tidak lahir saat ini, tetapi dari zaman bapak kami pejuang dulu. Bupati pertama Aceh Tengah, sudah mencanangkan hal ikhwal provinsi. Tetapi karena Pemerintah Republik Indonesia saat itu dipimpin Soekarno, tidak memperhatikan daerah kita, bahkan kita digabung dengan Sumatera Utara dan aspirasi ini tidak pernah tersampaikan.
Baru kita sampaikan ketika konflik RI dan GAM sudah sangat menyengsarakan rakyat. Bahwa pemekaran itu adalah hak bagi rakyat.
Ini kan mudah saja, coba lihat dulu ketika Banten belum mekar dari Jawa Barat. Gorontalo, Riau Kepulauan, Bangka Belitung, setelah jadi provinsi maka pembangunan berlangsung di mana-mana. Rakyat senang, tidak ada perang antara Jawa Barat dengan Banten, Riau Daratan dan Riau Kepulauan. Semuanya baik-baik saja, karena mekar semuanya dalam arti pisah administrasi pemerintahan. Sebanyak 4 Juta lebih rakyat Aceh dipimpin oleh satu gubernur, maka tak sempat dia pantau daerah terpencil. Tetapi kalau dipimpin tiga atau empat gubernur, waduh cepat sekali, rakyat Aceh akan makmur.
Presiden SBY pernah menyatakan akan menyetop pemekaran?
Beliau boleh saja mengatakan seperti itu, tetapi itu dalam kontek jeda dulu, menunggu pemilu. Kalau menunggu pemilu, SBY saya pikir telat. Maka ketika DPR berinisiatif membahas kembali rancangan UU pemekaran yang sudah diatur selama lima tahun, saya pikir DPR paling bijaksana melihat Aceh.
Apa karena Anda dan kawan-kawan kurang setuju karena yang memimpin Aceh sekarang dari mantan GAM?
Tidak, tidak sama sekali. Bahkan, dari hasil MoU ini kami berharap janji Hasan Tiro (kalau Aceh Merdeka--red) akan membangun kantor gubernur untuk wilayah Linge, Takengon, bisa ditepati. Wali Nanggroe Hasan Tiro pernah berjanji kepada Husni Jalil, Gubernur GAM wilayah Linge saat itu, bahwa akan dibangunkan kantor gubernur wilayah Linge di Takengon. Kalau Hasan Tiro tidak memenuhi janjinya, dia akan tuntut Wali Nanggroe ke Mahkamah Internasional. Ini artinya pihak GAM sendiri sejak awal memang punya konsep bahwa Aceh ini akan dimekarkan ke dalam 18 kegubernuran. Jadi saya imbau kepada Irwandi, berilah kesempatan kepada Pemerintah RI untuk mengeluarkan biaya dan tenaga untuk memekarkan Aceh sebanyak mungkin seperti yang dikehendaki oleh Hasan Tiro. Yang namanya Aceh Tengah, Gayo Alas, tidak mungkin pisah fisik dengan Aceh. Kita sudah lama bersatu dari abad pertama Islam masuk, kita satu dalam agama, dan adat istiadat.
Prof Baihaki AK, Ketua Persiapan Provinsi ALA mengatakan dua tahun lalu, kita pakai kata 'Aceh' di depan sebutan untuk ALA. Kami orang Gayo, kami sebut Aceh Tengah, kami berikan nama Serambi Madinah, karena kami ingin tetap bersama gandeng-bergandeng, kami tidak lepas. Mohon persepsi Irwandi itu diubah, kalau kami minta mekar itu bagus adanya.