Bulan Sabit Terjegal Aturan


Pertengahan Desember 2007 lalu, para mantan kombatan GAM berang. Mereka merasa dikebiri sang penguasa negeri ini. Pasalnya, keinginan mereka menabalkan bendera berlatar warna merah dengan lambang bulan sabit dan bintang berpadu garis hitam putih, tidak dibenarkan untuk menjadi lambang partai. Pemerintah Jakarta pun, menilai lambang itu masih terkait dengan gerakan separatis di Aceh. Pendeknya, bendera itu tidak boleh dijadikan lambang apa pun lagi. Tidak hanya untuk GAM. Sejumlah lambang yang memiliki sejarah pergerakan melawan Jakarta, juga tidak dibenarkan menjadikan bendera itu sebagai simbol atau lambang organisasi apa pun. Bendera Organisasi Papua Merdeka (OPM) dan bendera Republik Maluku Serani (RMS) pun demikian. Lambang-lambang ini dinilai pemerintah sebagai wujud gerakan separatis.
Soal lambang ini, beberapa bulan terakhir nyaris tidak terdengar lagi gaungnya. Para pengurus Partai GAM pun hingga saat ini belum bisa mengibarkan bendera partainya, karena mereka masih terganjal aturan. Belakangan, pihak Partai GAM, memohonan perlindungan kepada kepolisian, jika saatnya nanti mereka diperkenankan mengibarkan lambang partainya itu.
Melihat fenomena ini, seakan Partai GAM, 'kalah' satu langkah dengan partai politik lokal lainnya yang sudah dideklarasikan. Sejumlah bendera Partai Lokal sudah berkibar di seluruh penjuru Aceh. Mereka lancar menancapkan simbol sebagai lambang kewujudan partainya, karena tidak memiliki persoalan dengan lambang.
Bicara soal lambang, simbol, dan bentuk lainnya yang mengisyaratkan sebuah kewujudan, dalam beberapa hari terakhir kembali muncul. Kali ini bukan mantan kombatan yang bernaung di Partai GAM, yang merasa terusik dengan kebijakan Jakarta. Yang ini disuarakan langsung oleh orang nomor satu di provinsi ini. Dia adalah Gubernur Aceh Irwandi Yusuf, yang menolak dengan tegas diberlakukannya PP NO.77 Tahun 2007 yang mengatur soal Lambang Daerah. Dalam pasal 6 ayat 4 dalam PP tersebut disebutkan, desain logo dan bendera tidak boleh mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan desain logo dan bendera organisasi terlarang atau organisasi/perkumpulan/lembaga/gerakan separatis dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Penolakan Irwandi atas diberlakukannya PP NO.77 Tahun 2007 itu didasarkan atas ketentuan pasal 1.1.5 MoU Helsinki. Di dalam pasal itu disebutkan bahwa Aceh memiliki hak untuk menggunakan simbol-simbol wilayah termasuk bendera, lambang, dan himne. Atas dasar inilah, kemudian Irwandi Yusuf meminta pemerintah pusat agar mencabut PP tersebut. Menurut dia, tidak ada alasan lain, kecuali karena MoU dan UUPA yang memang menghendaki demikian.
Lalu, muncul satu pertanyaan, mungkinkah ke depan Aceh akan menggunakan lambang kebesaran provinsi ini seperti yang selama ini dipakai oleh GAM, yaitu penabalan lambang bulan sabit untuk bendera daerahnya, mengingat bendera ini tidak hanya digunakan oleh GAM ketika membuka front dengan Jakarta. Sebagaimana diketahui, lambang bulan sabit sudah sejak lama dipakai sebagai bendera Kerajaan Aceh dimasa lampau. Bahkan, menurut beberapa catatan, bendera ini pun pernah dipinjam oleh armada laut Kesultanan Turki saat membantu Aceh mengusir Portugis yang hendak menyerang Kerajaan Aceh saat itu. Dan Turki pun hingga kini memakai bendera bulan sabit berlatar warna merah, sebagai bendera negaranya.
Lalu, apakah penolakan Irwandi Yusuf atas diberlakukannya PP tersebut, mengisyaratkan bahwa Aceh ke depannya akan menggunakan bendera bulan sabit untuk lambang daerah, yang dalam pasal 6 ayat 4 PP tersebut digolongkan sebagai lambang separatis? Mungkin hanya Irwandi lah yang tahu. Wallahu 'alam.

Foto: Bendera Kerajaan Aceh, bernama ALAM ZULFIQAR yang dibuat oleh Ali Mughayat Syah (Raja pertama Aceh) lama kepemimpinannya adalah dari tahun 916-936H (1511-1530 M)

Post a Comment

Previous Post Next Post