Idul Fitri, Momen Investasi Sosial

Hari Raya Idul Fitri 1428 H yang baru saja dirayakan umat Islam di seluruh dunia, termasuk di Aceh menyisakan berbagai pertanyaan klasik soal mudik yang belum dapat dijawab oleh akal sekaligus juga oleh logika ilmiah. Budaya mudik (pulang kampung) dari tahun ke tahun terus berlanjut, termasuk Idul Fitri tahun ini. Ratusan ribu orang di Indonesia melakukan ritual tahunan kali ini dengan sangat antusias.
Budaya mudik yang begitu populer dilakukan umat Islam Indonesia dan juga banyak dilakukan warga Aceh sepertinya sudah menjadi suatu keharusan, bahkan bisa saja menjadi keterpaksaan. Penjual jamu, Pemulung, Pedagang kaki lima ataupun karyawan juga memiliki rasa rindu pada kampung halamannya, mereka juga perlu mudik meski dengan uang pas-pasan hasil simpanan mereka selama satu tahun bekerja.
Mereka sama seperti yang lainnya, ada perasaan dari dalam diri seseorang untuk benar-benar bisa tersenyum bersama di hari dimana manusia kembali kepada fitrah (kesucian diri). Padahal, diakui atau tidak, yang ada setelah mudik biasanya duit habis.
Mudik sering kali menunjukan sesuatu yang tidak masuk logika, bertahun-tahun seseorang bekerja akan dengan sangat rela melepas uang yang didapatnya sekedar dibagi-bagi di kampung dan dinikmati bersama keluarga besar. Seseorang rela berdesakan antre tiket pesawat, bis, dan kapal laut untuk mewujudkan keinginan pulang kampung dan berhari raya bersama.
Mudik lebaran sebagai agenda shilaturahmi, bahkan sebagian lainya menjadi moment pamer kesuksesan diri telah berlangsung sejak lama.
Budaya tahunan yang menemukan eksistensi dirinya di Nusantara ini telah menjadi satu ajang untuk investasi sosial seseorang. Segala nilai, martabat, kredibilitas, kondite atau apapun namanya ditanamkan demi terjaganya sang "nama". Investasi sosial adalah menanamkan modal perilaku kepada lingkungan sosial supaya kokoh berada diantaranya. Apalagi momen Idul Fitri menjadi sangat menentukan pada pengokohan citra diri ini.
Seseorang bisa menjadi lebih dermawan saat hari istimewa itu tiba. Membagi-bagi uang kertas yang masih baru merupakan ciri khas di hari fitri. Selain itu momen Idul Fitri juga menjadi suatu ajang mengkomunikasikan diri lewat pesan non verbal (media uang). Tanpa harus melakukan pesan verbal melalui lisan, seseorang dengan sangat mudah akan menabalkan kalimat 'sukses' bagi si pemberi yang sudah lama melanglang buana di kota.
Idul Fitri telah berlalu, semua orang berharap keteguhan, kesabaran, dan nilai-nilai kedermawanan yang telah terpatri sejak Ramadhan lalu tidak hanya sebatas seremoni demi pengukuhan citra diri sebagai bagian dari investasi sosial. Perubahan sikap yang terbentuk atau sengaja dibentuk seharusnya terpatri dalam perilaku keseharian hingga sebelas bulan ke depan kemudian, ketika Idul Fitri kembali menemui kita. Semoga !

Post a Comment

Previous Post Next Post