Sekolah Lagi, ke Tenda Lagi

Ayo kawan kita bersama
Menanam jagung di kebun kita
Ambil cangkulmu, ambil pangkurmu
Cangkul-cangkul, cangkul yang dalam
Tanahnya longgar jagung kutanam

Dua bait lagu tersebut dinyanyikan murid SDN 45 dan SDN 84 Lambaro Skep beberapa menit sebelum ibu guru mengakhiri pelajarannya. Sejak dua hari yang lalu mereka terpaksa belajar di tenda yang didirikan di atas reruntuhan bekas sekolah mereka dulu. Kedua gedung sekolah yang berada di Keluharan Bandar Baru, Kecamatan Kuta Alam itu luluhlantak dihantam tsunami.
Tentu tidak nyaman belajar dalam kondisi seperti itu, apalagi menjelang siang hari ketika suhu di dalam tenda mulai panas. Namun, enak tak enak, itulah kenyataan yang harus dihadapi anak-anak. Mereka tetap riang, ceria, dan semangat.
Yusnidar (55), dan Cut Safiyah (60), masing-masing pelaksana tugas kepala SDN 45 dan SDN 84, tampak mondar-mandir di depan tenda. Sorot mata Yusnidar sesekali tertuju pada siswa yang sedang asyik belajar di tenda sebelahnya. "Alhamdulillah anak-anak merasa senang belajar dalam kondisi seperti ini," kata Yusnidar.
Sejak gelombang tsunami memporak-porandakan Nanggroe Aceh Darussalam termasuk menghancurkan bangunan SD Negeri 45 dan 84, seluruh murid sekolah ini sempat ditampung di SDN 35 Lampriek selama enam bulan. Tetapi jarak yang cukup jauh menjadikan kendala tersendiri bagi anak-anak. Selain statusnya menumpang, siswa SD Negeri 45 dan 84 baru harus belajar siang bergiliran dengan SD 35. "Kasihan sekali anak-anak," kata Mursadi, seorang guru yang mengajar di sekolah tenda tersebut.
Kendala lain yang mengakibatkan anak-anak tidak betah menumpang di SDN 35 karena adanya jadwal pembagian makanan dari salah satu LSM setiap sore hari. Mereka sering tidak kebagian karena sedang sekolah. Bahkan sebagian murid nekad bolos untuk mendapatkan jatah.
Keuchik Lambaro Skep, Muchlis Jafar mengatakan, keputusan untuk belajar di tenda darurat semata-mata karena murid tidak betah belajar numpang di SD 35. "Mereka minta pulang ke mari, di sana mereka nggak betah," kata Muchlis.
Kenyataan seperti itu menggugah orang tua siswa bersama dengan guru-guru untuk mencarikan solusi dengan mendirikan tenda darurat sebagai tempat belajar. Bahkan ada orang tua siswa yang menyumbangkan papan tulis agar anaknya bisa belajar.
SD Negeri 45 dan 84 semula direncanakan dibangun kembali oleh pihak World Vision, tetapi dengan berbagai alasan pembangunannya urung dilakukan. "Tadinya World Vision akan bantu membangun kembali sekolah ini, tapi nggak jadi," katanya.
Menurut Yusnidar, tercatat 90 murid dari SD Negeri 45 dan 84 yang kini belajar di tenda darurat. Beberapa murid mengaku senang belajar di tenda. Selain dekat dengan rumah masing-masing, mereka merasa tenda sebagai tempat bermain sambil belajar.
Yusnidar, Cut Safiyah, dan Mursadi sangat berharap Dinas Pendidikan memberikan perhatian pada kondisi sekolah darurat tersebut sehingga program 'Ayo Sekolah' yang dikampanyekan pemerintah pada awal Juli lalu bisa menjadi kenyataan dan muridnya benar-benar kembali ke sekolah, bukan kembali ke tenda.(arif ramdan)

Post a Comment

Previous Post Next Post