Akhir Tahun dan Adat Timur


Desember segera berakhir, berarti tahun 2008 akan berganti 2009. Suatu peredaran hari yang tidak terasa begitu cepat berlalu. Tempo hari, kita masih ingat Gubernur Aceh Irwandi Yusuf ikut menyalakan kembang api menandai datangnya tahun baru 2008. Padahal saat itu, orang- orang bersorban di pojok masjid berteriak dengan lantang agar anak-anak di negeri ini jangan mudah terbawah arus budaya yang bukan budayanya. Tetapi, teriakan itu menjadi suara sayup-sayup yang tak mampu memecah dinding keangkuhan zaman dengan budaya hedonisnya.
Anak-anak muda, dari gampong di pelosok nun jauh dari keramain kota, berbondong-bondong mengendarai sepeda motor--sejak sore--menuju Kota Banda Aceh. Dandanannya necis, bau Parfum menusuk hidung pengendara motor yang berada tepat di belakangnya. Ada wajah- wajah menyiratkan raut keberuntungan, ketika anak gadis pujaannya mendapat restu emak dan ayah untuk ikut ke Banda merayakan pergantian malam tahun baru. Diboncengnya anak gadis itu, melekat erat ke punggung kawan lelakinya itu, dijok belakang. Sementara, terompet dipegangnya erat-erat.
Itu terjadi di pengujung akhir tahun 2007. Mereka tumpah ruah di lapangan Blangpadang, menanti detik-detik pergantian tahun. Dari jauh terdengar suara orang-orang berseragam dengan logo Wilayatul Hisbah, menerikan jangan ada maksiat.
Sesekali,ada aksi kucing-kucingan antara petugas Wilayatul Hisbah dengan anak-anak muda yang merangsek masuk halaman masjid raya yang menjadi kebanggaan itu. Dari arah Lambaro Skep, sekelompok anak-anak muda dengan sorban, beberapa diantaranya bergaya ala pemuda-pemuda intifadah di Palestina. Mereka, punya niat luhur membantu petugas wilayatul hisbah untuk mengamankan Banda Aceh dari hal-hal yang berpotensi maksiat di saat pergantian tahun itu.
Ribuan warga kota, yang berkerumun di Blangpadang, menjelang awal tahun 2008 itu rupanya memiliki kekuatan cukup besar. Mereka dari segi jumlah mampu mengalahkan dua unit mobil pic up yang membawa puluhan personil Wilayatul Hisbah.
Pergantian tahun di negeri ini sejak 20 tahun terakhir, memang banyak berubah. Jika dulu, seremoni ini jarang menjadi perhatian warga, maka akhir-akhir ini sepertinya sudah menjadi satu keharusan untuk dimeriahkan. Momen introspeksi dan kontemplasi yang biasa dilakukan orang timur, pudar seiring derasnya arus zaman dengan budaya yang semakin mengglobal.
Ketika zaman terus maju dengan teknologi dan alat komunikasi yang begitu canggih, masyarakat kita kadang lupa dan ikut terpesona dengan tawaran dunia yang ada. Tidak jarang, ajang pergantian tahun ini menjadi momen tepat penetrasi budaya barat ke ranah timur. Orang-orang di gampong menjadi terbiasa membeli terompet menjelang detik-detik pergantian tahun itu. Budaya Count Down (hitung mundur), menjadi sesuatu yang mengasyikan di ujung malam menjelang tahun berganti.
Tahun 2009 sudah menyapa, akankah orang-orang di gampong juga ikut larut dalam seremoni itu. Sesuatu yang sama sekali tidak membawa perubahan berarti bagi kehidupan mereka di masa yang akan datang. Setelah pergantian tahun itu, kita dan siapa saja yang ikut-ikutan kembali ke kehidupan nyata. Berhadapan dengan rutinitas harian yang penuh persaingan. Akhirnya ingar bingar perayaan itu, tidak membuat isi saku lebih berarti. Sebab, 2009 kita juga masih akan dihadapkan pada berbagai persolan hidup sebagai imbas dari kebijakan politik yang masih belum berpihak rakyat. Maka, kembang api di tahun baru itu, bukan sesuatu yang mendatangkan apa-apa bagi kita, orang-orang yang hidup di timur. Wallahu Aklam.

Post a Comment

Previous Post Next Post