Politikus Binaan Ramadhan


Sejatinya dimafhumi semua anak manusia di negeri ini, bahwa Ramadhan adalah momentum melatih diri, mengelola kesabaran, dan menahan gejolak nafsu yang sering bersarang dalam diri seseorang. Jauh-jauh hari, menjelang tiba bulan suci ini, para teungku di meunasah- meunasah sudah mengingatkan agar setiap muslim dapat memasuki bulan Ramadhan dengan hati yang bersih. Jauhkan rasa dengki, dendam, dan perilaku menyimpang lainnya yang bisa mencederai nilai pahala ibadah kita.
Tetapi, namanya manusia sering saja lalai dan mbalelo dari pesan mulia teungku imum di meunasah-meunasah. Dalam perjalanannya, selama Ramadhan ini kita membaca di media, mendengar, dan bahkan melihat dengan mata sendiri berbagai insiden di lapangan yang sudah pasti bisa kita kategorikan merusak nilai ibadah puasa kita. Di Aceh Timur misalnya, markas sebuah partai lokal nyaris terbakar. Insiden yang terjadi sekitar pukul 02.30 WIB itu, menurut sejumlah dilakukan sekelompok orang tak dikenal (OTK). Di lihat dari sisi agama, maka si pelaku termasuk orang-orang yang fasid (rusak) yang tidak memahami makna puasa sebagai proses pengendalian diri. Namanya orang fasid, ajaran agama tiadalah mampu dipahami dengan sempurna alias tiada guna.
Memang, puasa kita kali ini bertepatan dengan momentum pertarungan perebutan kursi di parlemen. Puasa kita kali ini, suka atau tidak sedang pula dimanfaatkan sekelompok orang untuk membangun imej di tengah masyarakat. Dalam setiap detiknya, kita dicekoki kampanye dari partai-partai tertentu. Ada yang memakai momen ucapan selamat berbuka puasa dari salah satu partai plus audio visual penyantunan anak yatim, ada pula yang memakai pesan- pesan 'jitu' agar pemirsa tahu, mau, dan mampu bersama-sama menjadi bagian dari partai di iklan televisi itu. Alhasil, selain berlomba-lomba meraih pahala, momen Ramadhan juga dijadikan ajang membentuk citra diri sebuah lembaga agar dikenal luas oleh khalayak.
Lalu bagaimana sebenarnya agama melihat ini? tentu tidak diajarkan dalam nash-nash suci bahwa bulan ini sebagai wahana membangun kelompok kepentingan. Yang ada, bulan ini diharapkan sebagai barometer mengukur keshalihan seseorang dan kesalehan sosial, termasuk--sebenarnya--keshalehan dalam berpolitik.
Kaitannya dengan iklan-iklan partai itu, sebagai pemirsa bijak seharusnya kita juga pandai memilih dan memilah. Mana ajakan luhur dari agama, mana pula ajakah berselimut kepentingan menjelang pemilu 2009.
Puasa kita kali ini, benar-benar menjadi alat ukur berbuat di hari-hari lain. Jika puasa mengajarkan ummat di negeri ini bersabar, toleran, dan saling menghargai, maka apa yang kita khawatirkan akan adanya intimidasi dan kekerasan menjelang pemilu tak akan terjadi. Kenapa? Karena para pelaku pesta demokrasi di Aceh yang semuanya muslim, adalah mereka yang lahir dari sebuah 'pertapaan' sebulan penuh. Para pemain yang berlaga di pesta rakyat ini merupakan cerminan orang-orang yang sempurna dan paripurna. Sehingga dalam prakteknya nanti mereka tidak akan berbuat sesuka hati, mereka tidak akan menggadaikan moral hanya untuk kepentingan sesaat apalagi melakukan politik busuk dengan rakyat sebagai tumbalnya.
Masih ada waktu sepekan ke depan agar puasa ini lebih bermakna. Dalam ajaran agama Islam disebutkan, sepuluh hari terakhir adalah masa pengampunan dari dosa. Artinya, orang-orang yang keluar setelah bulan Ramadhan adalah mereka insan-insan yang bersih, jujur, yang siap bertarung dalam situasi yang sebenarnya. Semoga saja, pemilu 2009 terlaksana dengan baik karena diikuti oleh para politikus atau orang-orang yang dibina menjadi manusia sempurna dan tidak latah menggunakan segala cara demi kepentingan pribadi dan kelompoknya.

Post a Comment

Previous Post Next Post