Tiga Tahun Berlalu


Senin, 15 Agustus 2005 adalah saat bersejarah dalam perjalanan rakyat Aceh. Saat itu, untaian kata kesepahaman diumumkan ke seluruh penjuru dunia bahwa di negeri ini ke depan tidak akan ada lagi permusuhan, pertumpahan darah, dan kekerasan atas nama kekuasaan. Hal ikhwal terkait persoalan Aceh ke depan akan terus diselesaikan dengan jalan dialog untuk kepentingan bersama yaitu perdamaian dan kesejahteraan rakyat.
Jumat, 15 Agustus 2008 adalah tahun ketiga perdamaian ini dirasakan rakyat Aceh. Banyak hal yang terjadi selama kurun tiga tahun terakhir. Sesekali meletus insiden yang berpotensi mengorek luka lama dari mereka yang pernah lama bertikai di negeri ini. Tetapi, alhamdulillah berkat kesabaran dan keikhlasan masing-masing pihak semua persoalan yang muncul bisa diselesaikan dengan bijak.
Tiga tahun memang bukan waktu yang tepat mengatakan perdamaian itu telah benar-benar abadi di negeri ini. Masih panjang perjalanan yang harus ditempuh ke depan seraya berharap damai ini tetap dirasakan hingga anak cucu kita ke depan. Sebagai bangsa yang baik, kita patut menjaga agar apa yang telah diperjuangkan sejumlah tokoh negeri ini benar-benar menjadi berkah. Jangan sampai hasil dari keringat mereka di meja perundingan itu, dengan mudah kita kotori karena nafsu dan ketidakdewasaan kita menyikapi persoalan.
Akan menjadi bangsa yang buruk, manakala anak bangsa ini tidak menghargai hasil jerih payah orang tua terdahulunya dalam meretas pintu menuju kesejahteraan abadi. Merawat perdamaian, berarti menjalin sinergi dengan berbagai pihak terkait agar semuanya tetap berjalan lurus sesuai amanah yang dipetakan bersama. Merawat perdamaian artinya tetap mengedepankan aspek-aspek cek and ricek dalam menyikapai semua persoalan di lapangan, terutama yang berimbas langsung pada perdamaian saat ini.
Memaknai perdamaian juga berarti memaknai keadilan dan kesejahteraan bagi rakyat Aceh. Untuk itu, perlu kiranya pemerintah Aceh saat ini bersinergi dengan berbagai pihak agar rakyat Aceh, sebagai penerima imbas perdamaian, dapat hidup dalam era keterbukaan dan terpenuhinya prinsip-prinsip keadilan dalam berbagai hal. Salah kaprah, jika kemudian hari dalam suasana damai ini ada sekelompok rakyat Aceh justru termarjinalkan.
Perdamaian yang sudah berjalan tiga tahun ini, kiranya perlu mendapat perhatian serius dari pemerintah pusat, Indonesia. Ada hal-hal yang belum terealisir dari butir perjanjian damai yang telah disepakati. Karena kesepahaman itu, merupakan piagam bersama untuk dijawantahkan dalam kehidupan sehari-hari dalam masyarakat Aceh. Dengan demikian, sejumlah butir kesepakatan yang belum terealisasi sesegera mungkin dapat diwujudkan. Keterlambatan dalam merealisasikan sejumlah butir kesepakatan, dapat mengganggu jalannya proses perdamaian.
Tiga tahun memang telah berlalu, kita masih bisa bernapas lega atas karunia ini. Semua berharap suasana ini akan terus berjalan wajar seperti yang diharapkan, sehingga apa yang dicita-citakan ke depan dapat terwujud sempurna. Tentunya, banyak liku-liku yang akan dihadapi ke depan. Semuanya masih belum terbaca, apa yang akan terjadi sesudah ini. Tetapi pelajaran mengawal damai selama tiga tahun patut dijadikan pijakan untuk tahun-tahun berikutnya. Belajar dari keseriusan semua pihak dalam mengawal perdamaian ini, adalah sesuatu yang berharga untuk tetap diteladani. Keikhlasan dan damai yang bermuara pada hati masing-masing kita, akan menjadi modal untuk kelangsungan perdamaian ke depan. Semoga!

Foto : Arif Ramdan

Post a Comment

Previous Post Next Post