Demonstrasi ke Kantor Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) Aceh-Nias yang dilakukan warga korban tsunami dari Aceh Barat, perlahan mulai menyedot perhatian publik. Aksi massa menuntut disepakatinya tambahan dana rehab rumah yang rusak akibat tergerus tsunami dari Rp2,5 juta menjadi Rp15 juta per rumah terus meluas. Beberapa hari lalu, tambahan demonstran korban tsunami datang dari Bireuen, mereka punya nasib yang sama. Hak-hak mereka sebagai korban tsunami hingga saat ini merasa belum terpenuhi. Mereka tetap bertahan di sekitar kantor BRR, sebelum tuntutan itu dipenuhi. Dari sejumlah daerah, termasuk di Banda Aceh, para korban tsunami yang merasa belum terpenuhi haknya, juga mulai menyusun kekuatan menyuarakan penderitaan ke BRR yang mereka nilai tidak banyak perhatian kepada korban tsunami yang sebenarnya harus dibantu. Elemen mahasiswa juga tidak tinggal diam, mereka mulai merapatkan barisan menentang ketidakadilan yang dilakukan BRR selama ini. Aksi kali ini, bukan lagi sekedar mewakili korban tsunami dari Aceh Barat, tetapi mulai menggelinding menjadi kekecewaan kolektif warga korban tsunami atas kerja BRR selama ini dan kekecewaaan itu mulai meluas.
Aksi korban tsunami ke BRR, merupakan aksi kesekian kali dari rentetan panjang aksi kekecewaan kepada lembaga ini. Dulu, aksi serupa yang diikuti massa dalam jumlah besar, sempat berakhir ricuh. Jika dicermati, aksi kali ini pun, menunjukan gelagak demikian. Massa semakin panas, ketika pihak-pihak terkait di BRR tak kunjung menemui dan menyepakati permohonan mereka. Jika ada pihak ketiga yang menyulut emosi, tidak mustahil peristiwa serupa-- rusuh--akan kembali terulang. Sebab, dalam teori komunikasi massa, manusia dalam jumlah banyak dan memiliki persamaan nasib akan sangat mudah tersulut emosinya, sehingga menjadi tidak terkendali. Tetapi, tentunya kita tidak berharap demikian, karena akan sangat merugikan warga korban tsunami yang sedang berdemo menuntut hak.
Demonstrasi memang sebuah pilihan, ketika jalur komunikasi antara penguasa dan rakyat sudah dianggap tersumbat. Dalam kasus ini, jelas bahwa jembatan komunikasi warga korban tsunami dengan BRR terkesan tertutup. Warga korban tsunami tidak lagi mendapat hak- haknya dari BRR, sekedar bertanya pun susahnya minta ampun. Demonstrasi menjadi pilihan, ketika jeritan dan keluhan korban tsunami selama ini tidak lagi dipedulikan BRR. Pihak BRR pun sepertinya dihadapkan kepada sebuah dilema, masa kerja tinggal setahun lagi, sementara korban tsunami masih banyak yang belum tersentuh.
Menuntut Rp15 juta akan bernilai kecil jika dibandingkan dengan biaya transportasi berbagai kegiatan BRR. Misal kunjungan ke luar negeri atau menggelar sejumlah rapat di luar Aceh yang banyak menelan biaya. Wajar, jika warga korban tsunami menolak Rp2,5 juta. Cukup untuk apa uang sebesar itu dengan melihat kenyataan biaya hidup di Aceh saat ini.
Demonstrasi korban tsunami ke BRR kali ini pun mulai membuka mata dan telinga sejumlah pejabat di Aceh. Jika demo-demo terdahulu, pejabat pemerintah di Aceh terkesan diam, kali ini mereka mulai menunjukan taring. Gubernur Aceh, Irwandi Yusuf, malahan sudi menandatangani tuntutan dari warga korban tsunami menjadi sebuah rekomendasi untuk BRR. Selain itu, anggota dewan pun turut mengamininya, dalam rekomendasi bersama Gubernur, Wakil pimpinan DPR Aceh, Raihan Iskandar juga membubuhkan tandatangannya. Tidak selesai disitu, ketika aksi massa terus meluas, sejumlah anggota dewan menggagas sikap menyatakan kekecewaan atas kiprah BRR selama ini. Ditandatangi 34 anggota DPR Aceh, mereka menyatakan sikap prihatin atas kenyataan yang harus dialami warga korban tsunami di Aceh. Ke 34 anggota dewan ini juga menilai BRR sudah salah langkah dan keluar dari fungsi pokok lembaga tersebut.
Sepertinya, semua lini, termasuk korban tsunami, mulai merasa bahwa BRR memang belum banyak berbuat untuk korban tsunami yang sesungguhnya. Gubernur Aceh sudah memberikan sinyal keperpihakanya kepada rakyat, dengan sebuah rekomendasi memuluskan tuntutan warga, anggota DPR pun demikian, mereka menyuarakan kekecewaan. Dengan demikian, alasan apalagi yang akan dipakai BRR untuk tidak memenuhi tuntutan korban tsunami?