Ramadhan, Momentum Rekonsiliasi di Agara

Bulan Ramadhan segera tiba, momentum suci itu sebentar lagi menyambangi kita semua. Ada banyak keistimewaan di bulan yang penuh barakah itu. Bahkan, bagi setiap muslim hendaknya sudah mempersiapkan diri memasuki bulan yang sarat dengan pahala tersebut.
Membersihkan diri dari dosa dan segala kedengkian yang pernah tersirat dalam hati, termasuk meminta maaf (ishlah/rekonsiliasi atau berbaikan) dengan berbagai pihak yang sengaja ataupun tidak, pernah tersakiti atau jadi bahan kedengkian karena ketidakpuasan hati, merupakan keharusan yang juga diperintahkan dalam Islam. Yang demikian itu, perlu dilakukan dengan harapan selama bulan Ramadhan saat menjalankan puasa, ibadah-ibadah yang dipersembahkan dapat mensucikan diri dari segala dosa yang berkaitan dengan Allah, sehingga mendapat pahala berlipat-ganda dan derajat meningkat di sisi-Nya. Memaafkan orang lain dan menjaga silaturrahim juga merupakan syarat mendapat ampunan dan keridhaan Allah di hari Idul Fitri nanti.
Momentum Ramadhan ini pula yang mesti dijadikan pijakan awal membanguan kebersamaan di Aceh Tenggara (Agara), bumi berjuluk negeri Sepakat Segenap yang lama berkubang dalam konflik kepentingan dan perebutan kekuasaan pasca-pilkada 11 Desember 2006 lalu.
Memang, kenyataan telah dipertontonkan kepada publik dalam rentang waktu hampir sepuluh bulan. Iklim politik di Agara pernah tidak menentu, konflik horizontal di negeri itu--meski belum akut--hampir menggunung dan membentuk sekat-sekat komunitas yang saling berbenturan demi kepentingan sepihak atas titah keangkuhan dan ambisi kekuasaan.
Tunas-tunas konflik horizontal yang terjadi di Agara sebagai ekses dari ketidakpuasan akan hasil pilkada, nyata atau tidak telah berpengaruh terhadap hubungan kemasyarakatan di kawasan itu. Nilai-nilai kebersamaan sebagai masyarakat yang selalu mengedepankan musyawarah untuk mufakat, sempat ternodai oleh kehendak politik yang dimainkan sejumlah elit di lembah Leuseur itu. Rasa saling curiga antara kelompok masyarakat Agara selama sepuluh bulan menjadi hiasan kelam hari-hari penuh dengki dan ketidakpuasan kehendak.
Untuk itu, menghadapi bulan Ramadhan ini, rekonsiliasi atau Ishlah--dalam bahasa agama--mesti menjadi agenda perdana bupati terpilih, yaitu Hasanuddin Beruh-Syamsul Bahri.
Langkah awal, memang sudah dilakukan Hasanuddin dengan menjenguk beberapa demonstran yang ditahan di Mapolres Agara ketika menggelar demo menentang pelantikan atas dirinya. Tentunya, langkah itu belum cukup, Hasanuddin Beruh atau lebih akrab disapa Sanu harus mampu merangkul seluruh lapisan masyarakat Agara dan lawan politiknya untuk bersama-sama bersepakat membangun Agara yang lebih bermartabat. Rekonsiliasi atau Ishlah Akbar dengan seluruh lapisan masyarakat di Agara penting dilakukan Sanu agar tunas-tunas konflik horizontal yang sempat mekar di Agara tidak terus berkembang. Sanu harus mampu melahirkan semangat baru yang berorientasi kepada pembangunan bagi rakyat yang dipimpinnya di kawasan itu. Momentum menjelang Ramadhan-lah yang dapat menyatukan kembali seluruh masyarakat Agara menuju kehidupan yang lebih baik dari hari-hari sebelumnya di bawah kepemimpinan Bupati Sanu dan wakilnya Syamsul Bahri.
Jika momentum menjelang Ramadhan ini bisa segera digunakan untuk rekonsiliasi akbar, maka bulan berkah yang sebentar lagi menyapa masyarakat Agara, akan menjadi Ramadhan penuh damai dalam semangat baru membangun Lembah Leuseur. Semoga!

Post a Comment

Previous Post Next Post