Penjual Sayur Simpang Lima Tutup Usia

Abdul Wahab | Foto : M Anshar, Serambi Indonesia
ANDA warga Kota Banda Aceh? Jika ‘ya’ tentu Anda tidak asing lagi dengan sosok kakek penjual sayur (Meukat Gulee) di Simpang Lima, tepatnya depan Pizza Hut. Lelaki bertubuh kurus dan sedikit ringkih itu, namanya Abdul Wahab (82) warga Desa Li Eu, Kecamatan Darussalam, Aceh Besar.

Tapi, Selasa pagi ini dan seterusnya Anda tidak akan melihat lagi Abdul Wahab. Inna Lillahi Wa Inna Ilaihir Rajiun, Ia telah pergi, menghadap Ilahi Rabbi. Jumat (13/4) yang lalu, bakda Magrhib Abdul Wahab mengembuskan napas terakhir di kediamannya. Menurut keluarganya di Desa Li Eu, sejak sebulan yang lalu ia sakit. Kakinya tak bisa lagi berjalan untuk pergi berjualan di Simpang Lima, Banda Aceh.

Darmawati, anak ke enam Abdul Wahab, Senin (16/4/2012) kemarin kepada Serambi mengatakan, kurang lebih sebulan Abdul Wahab tidak pergi berjualan. “Bapak sakit kurang darah, sudah berobat beberapa kali, terakhir gak bisa lagi berjalan,” katanya.

Anak bungsu Abdul Wahab ini, hanya ingin mengabarkan kepada kenalan atau pelanggan sayuran bapaknya, bahwa lelaki penjual sayur itu telah meninggal dunia. “Banyak kenalan Bapak yang mungkin tidak tahu kabar Bapak, mungkin mereka tidak tahu di mana rumah Bapak. Bapak sudah meninggal, mohon dimaafkan dosa-dosanya,” kata Darmawati.

Abdul Wahab telah berjualan di trotoar Simpang Lima pascatsunami meluluhlantakkan Aceh pada 26 Desember 2004. Ia sudah berjualan di trotoar itu, jauh sebelum restoran berantai dan waralaba Pizza Hut  hadir di Banda Aceh. Sebelumnya, ia berjualan di Pasar Peunayong. Setiap hari, ia menjual daun melinjo, melinjo, asam sunti, sirih, dan daun jeruk. Semua jenis sayuran khas Aceh itu ia tanam sendiri di kampungnya di Desa Li Eu.

“Sebenarnya, kami keluarga sudah melarang Bapak berjualan di sana. Bapak sudah tua, tapi Bapak tetap pergi. Kami gak bisa melarang lagi Bapak,” kata Darmawati.

Darmawati berkisah, setiap harinya Abdul Wahab selalu membawa pulang uang. Sayuran yang ia jual ada juga yang beli. “Sayuran yang Bapak jual selalu habis. Mungkin orang beli karena kasihan ke Bapak. Belinya sepuluh ribu, tapi dikasihnya lima puluh ribu,” ujar Darmawati menceritakan kisah yang ia dengar langsung dari Abdul Wahab semasa hidup.

Menurut Darmawati, Abdul Wahab tidak pernah bercerita ada pihak-pihak yang melarang berjualan di trotoar itu. Lelaki yang di kampunya sering disebut Bang Wahab itu, bisa jadi satu-satunya pedagang trotoar di Banda Aceh yang tak pernah digusur Satpol PP.

“Orang tidak pernah melarang Bapak, pak polisi tak pernah melarang. Terakhir ada Pizza di situ, pemiliknya tidak terdengar melarang Bapak,” katanya.

Bahkan, Menurut Darmawati, Abdul Wahab sudah sering mendapat pemberian Pizza dan membawanya pulang ke rumahnya di Li Eu.  Ia yang telah menjadi ikon kota itu, suka atau tidak akan dikenang warga Banda Aceh yang setiap hari melintas di Simpang Lima.

Sosok kurus ringkih tersebut pernah mengaku dirinya tak mau mengemis, ia memilih berjualan alakadarnya. “Gak ada guna, Hana guna nyan, Neuk! Peumale droe mantong,” kata Abdul Wahab, suatu ketika di awal masa darurat tsunami. Abdul Wahab telah tenang di alamnya, selamat jalan kek! (arif ramdan)

Post a Comment

Previous Post Next Post