Pelajaran dari Muliadi, Bunga, dan Inda

Kabar situasi Aceh terakhir memang cukup menyesakkan dada. Selain berita kriminal bersenjata yang muncul di sejumlah media lokal, publik Aceh juga dihebohkan dengan aksi tak bermoral seorang ayah terhadap anak kandungnya sendiri. Sungguh bejat kelakuan Muliadi (37) warga Desa Sukajadi, Kecamatan Bendahara, Aceh Tamiang. Bukannya melindungi anak, namun buah hatinya itu dijadikan pelampiasan nafsu sang ayah durjana. Saat ini pun, anaknya itu sedang hamil tujuh bulan, benih ayah kandungnya sendiri. Kalaupun lahir, si jabang bayi yang ada dalam kandungan anaknya itu, akan kesulitan memberi sebutan, akan memanggil bapak atau kakek? Ah, dia akan bingung menyebut. Dunia memang sudah mau kiamat!
Bunga (korban, sebut saja demikian) tidak bisa melawan, ketika meronta pun dia di bawah ancaman sang ayah badung. Akhirnya, pupus sudah harapan Bunga menjadi perempuan sejati. Harga diri anak perempuan itu telah direnggut oleh sosok yang seharusnya menjadi pelindung.
Hari-hari Bunga ke depan dengan kandungan yang sudah berusia tujuh bulan itu akan semakin tidak jelas. Selain beban psikologis, Bunga akan tumbuh dalam tekanan batin dan jerit tangis sang Ibu yang merasa dikhianati suaminya sendiri.
Cerita Bunga adalah kenyataan Aceh hari ini dan kenyataan dunia hari ini. Jika bunga adalah korban dari nafsu setan yang merasuki ayah kandungnya, sepekan yang lalu peristiwa menggemparkan juga terjadi di sekitar kita. Sebut saja Inda seorang wanita asal Langsa, kalap dan menghabisi (membunuh-red) bayi yang baru dilahirkannya. Tidak sanggup menanggung aib, Inda tega menghimpit bayi yang dilahirkannya dengan bantal hingga tewas. Maksud hati, menutupi rasa malu, Inda malah harus berususan dengan hukum. Perbuatannya itu kemudian diketahui ketika dokter di Rumah Sakit Umum (RSU) Zainoel Abidin, Banda Aceh, menemukan keganjilan pada pendarahan yang dialami wanita ini dengan disertai Plasenta (cairan bening yang keluar dari kelamin wanita usai melahirkan) terburai di sekitar wilayah paling intim yang dimiliki Inda. Secara teori medis--plasenta yang terburai hanya didapati pada ibu yang baru selesai persalinan. Cerita Inda, adalah cerita gadis-gadis yang kehilangan harga diri. Jika Bunga korban kebejatan sang ayah, Inda korban kebejatan Abang iparnya. Inda tak kuasa menahan aib, sehingga harus mengakhiri penderitaannya itu dengan cara menghilangkan jejak kehamilannya. Tetapi, cara Inda memang tidak terpuji, menghabisi nyawa bayi yang dikandungnya itu, bukanlah akhir dari cerita Inda. Tetapi, babak baru penderitaan Inda dan episode aib berkelanjutan. Inda saat ini berurusan dengan hukum, karena cukup bukti melakukan pembunuhan terhadap bayinya.
Cerita Bunga dan Inda adalah wajah buram Aceh hari ini. Kenyataan ini adalah hilangnya setitik nurani dari seorang manusia. Muliadi, adalah tipe ayah bermental binatang yang tidak bisa membedakan mana istri, mana anak. Sementara Inda, adalah calon ibu masa depan, yang tidak memiliki nurani sedikitpun untuk memberikan kasih sayang bagi sang anak yang sebenarnya terlahir fitrah (bersih).
Baik Muliadi (ayah bunga) dan Inda, keduanya telah gagal meneruskan cita-cita kehidupan generasi mendatang. Muliadi, telah merusak tatanan hidup sebuah keluarga, Muliadi telah gagal mengantarkan anak perempuanya menuju kehidupan yang lebih baik, melahirkan keturunan bagi generasi berikutnya. Begitupun dengan Inda, perempuan ini pun telah gagal menjadi sosok perempuan, sosok calon ibu masa depan yang memiliki seribu kasih sayang bagi anaknya. Cerita Muliadi, Bunga, dan Inda semoga menjadi akhir dari 'malapetaka' moral yang menimpa negeri ini. Semuanya belum berakhir, banyak peran yang bisa dilakukan oleh orangtua bagi anak-anak generasi mendatang agar tidak salah langkah dalam menjajaki liku-liku kehidupan di dunia yang semakin mendekati kiamat ini. Membentuk generasi masa depan, berawal dari titik yang sangat menentukan, yaitu pada permulaan merajut cinta dalam bahtera rumah tangga. Salah menentukan langkah di titik ini, bisa berakibat fatal pada tatanan kehidupan berikutnya.

1 Comments

Previous Post Next Post