Ketika Muhammad bin Abdullah resmi diangkat menjadi nabi--diusianya menginjak 40 tahun- -sekaligus rasul untuk seluruh umat manusia, orang terdekat di sisi Nabi saat itu adalah Khadijah, istrinya. Khadijah lah yang kemudian menyokong perjuangan nabi dalam mengemban risalah Islam. Saudagar kaya yang dinikahi Muhammad ini, dalam sejarah kemudian terbaca menjadi salah satu istri Nabi yang terdepan membantu perjuangan Muhammad.
Khadijah menjadi Umul Mukminin pertama yang berkorban jiwa raga, harta dan benda untuk perjuangan Islam. Pada periode berikutnya, ketika jumlah pengikut Muhammad Saw semakin bertambah, kita mengenal banyak para sahabat rasul yang berhati mulia dan berjiwa dermawan. Sahabat Abdurrahman bin Auf misalnya, menjadi sahabat rasul yang dikenal karena banyak menginfakkan hartanya untuk berjuang di jalan Allah Swt. Generasi awal pemeluk Islam, sukses dididik oleh Rasulallah Saw menjadi muslim militan yang siap berbuat apa saja untuk agama. Misi dakwah saat itu pun berjalan dalam balutan iman, ketaatan, dan hanya karena berharap pahala yang berlipat ganda sebagaimana yang dijanjikan Sang Penguasa. Padahal, masa-masa itu adalah masa sulit, ketika boikot atas pengikut nabi juga berlangsung tiga tahun. Segala bentuk kekurangan pada saat itu, tidak menjadi kendala dalam menyiarkan Islam di jazirah Arab. Kilas balik perjuangan Rasulallah Saw dan para sahabatnya itu, sejatinya menjadi teladan untuk pengikutnya yang datang kemudian. Menyampaikan risalah suci, pesan- pesan ilahi juga harus dilakukan simultan dan penuh pengorbanan. Idealnya demikian, tetapi kenyataan sering tidak terwujud seperti apa yang diharapkan. Ustadz atau dai-dai kita, acap kali kita jumpai patah semangat ketika gangguan menghadang. Misal ketika biaya operasional menjadi kendala, maka berhenti menyampaikan risalah suci adalah pilihan. Dulu, kata sumber-sumber layak dipercaya, dai-dai muda generasi Aceh masa depan yang ditugaskan di perbatasan (dikenal dai perbatasan) juga banyak mengeluh ketika perut mulai keroncongan, ketika jatah hidup agak telat datang dari jantung provinsi. Berbeda dengan para missionaris gereja tak kenal lelah berlomba-lomba masuk ke kampung-kampung menebar janji dan kehidupan akhirat versi mereka.
Sepekan yang lalu, kita mendengar kabar sebanyak 3.448 eksemplar Alquran terbitan Qomari bantuan Gubernur Aceh untuk murid SD dan madrasah islamiah (MI) melalui Dinas Syariat Islam Kabupaten Aceh Barat, terpaksa digudangkan di Meulaboh sejak tiga bulan lalu, karena ketiadaan dana distribusi dan dana operasional. Bahkan, katanya, 202 orang yang diangkat sebagai pengawas program tersebut kini belum menerima honorarium. Padahal sebelumnya, mereka telah menandatangani surat keterangan menerima uang (SPJ).
Kasus ini, menggelitik juga menarik untuk dikritik. Kenyataan ini sangat ironi dengan semangat Aceh yang bersyariat dan bermartabat. Hanya karena tidak ada dana operasional, maka niat anak-anak kita untuk membaca Alquran jadi tidak kesampaian, karena di sekolah sendiri tidak tersedia Alquran.
Jika dana menjadi alasan, masyarakat yang peduli akan pendidikan agama mestinya bertanya, seberapa jauh jarak antara sekolah dengan kantor dinas Syariat Islam di Kabupaten Aceh Barat sehingga sekedar mengantar Alquran saja, tidak bisa karena tak ada dana operasional dan uang 'lelah'. Seberapa luas kabupaten Aceh Barat itu, sehingga untuk mendistribusikan Alquran saja harus bingung dan pakai dana yang banyak.
Jika dana operasional menjadi alasan, alangkah naifnya kinerja Dinas Syariat Islam sebagai institusi yang bertanggung jawab untuk tegaknya syariat Islam di Aceh. Apakah di Aceh Barat, tidak ada lagi orang dermawan yang siap mengantar Alquran ke pelosok-pelosok demi mencerdaskan anak-anak kita, sehingga mengenal dan mengimani kitab sucinya sejak dini. Jika mau jujur, bertindak dengan nurani, atas dasar ibadah, dan demi generasi Islam mendatang, kendala uang tidak akan menjadi nomor satu. Apalagi hanya sekadar mendistribusikan Alquran. Bukankah indatu kita sudah sejak lama memberikan teladan kepada kita agar terdepan dalam membela agama dan hal-hal yang terkait dengannya.
Soal Alquran yang digudangkan ini, jangan dilihat sebagai proyek yang mendatangkan uang, tetapi pesan dakwah dari proyek akhirat yang harus sampai ke tangan-tangan anak kita. Siapa mau peduli?