Pak RT sering kucing-kucingan dengan Bu RT, demi mendapatkan Frety gadis cantik yang tinggal di kompleknya, Pak RT rela membayar Kang Dadang, Satpam Komplek, untuk memuluskan rencana bertemu atau sekedar ngobrol di rumah Frety. Tetapi, Pak RT mengalami nasib sial, siasat busuknya sebagai suami keburu bocor ke telinga sang istri. Pak RT, tak bisa berkutik di bawah tekanan sang istri, bahkan istrinya sesekali mengurung Pak RT di kamar mandi,wibawanya ssebagai suami tak ada harganya di mata sang Istri.
----------------
Cerita tentang nasib Pak RT, hanya ada di dalam cerita sebuah sinetron komedi (sitkom) bertajuk Suami-Suami Takut Istri. Sinetron komedi yang hadir setiap sore menjelang maghrib tersebut ditayangkan sebuah televisi swasta di negeri ini. Kelakuan kocak para suami di bawah tekanan para istri, sering membuat perut kita terpingkal-pingkal. Selain mendapat sambutan hangat dari para istri yang merasa mendapat kejutan baru bagaimana cara 'memperdaya' suami, tayangan itu juga tidak luput dari protes para ibu rumah tangga dan suami sebagai kepala keluarga.
Ditayangkan sejak 15 Oktober 2007, sinetron ini cukup mendapat perhatian pemirsa di Indonesia termasuk di bilik-bilik rumah di nanggroe ini. Komedi ini, mengangkat fenomena suami-suami yang tinggal di suatu komplek perumahan. Mereka semua memiliki kesamaan yaitu berada di bawah dominasi istri-istri mereka. Perasaan mereka saling mendukung dan mencela. Saling menguatkan agar tidak lagi mau ditindas. Para istri di komplek perumahan tersebut juga membentuk perkumpulan yang sama. Mereka saling memberi dukungan agar tidak kehilangan kendali atas suami-suami mereka.
Jika kita cermati, meski ini hanya sebuah sinetron komedi, banyak adegan yang disodorkan terlalu mengada-ada dan merendahkan martabat laki-laki, bahkan merusak martabat perempuan itu sendiri, terutama kalangan ibu rumah tangga. Tidak salah, jika sepucuk surat protes dilayangkan Janita Omirah Purnami, ibu rumah tangga yang tinggal di Cinere, Jakarta. Surat Janita dimuat di Surat Pembaca Kompas, 30 Juni 2008. Janita Omirah sebagai seorang istri merasa risih menontonnya. Menurutnya, setiap hari anak-anak dapat melihat bagaimana perlakuan para istri yang notabene adalah Ibu dari anak-anak memperlakukan suami/bapaknya dengan tidak etis, sehingga dapat menimbulkan tidak hormatnya anak terhadap Bapak.
Kekhawatiran Junita Omirah Purnami, sejatinya juga menjadi kekhawatiran ibu-ibu di nanggroe ini. Bagaimana tidak, televisi hari ini telah menjadi kiblat kebanyakan orang dan cukup efektif mempengaruhi seseorang untuk bertindak. Dalam teori komunikasi disebutkan pengaruh televisi dapat menggiring orang untuk berperilaku seperti apa yang ditontonnya. Teori Peluru (Bullet Theory) atau disebut juga teori Jarum Suntik menyatakan efek media kepada masyarakat seperti seseorang menembakan peluru atau dokter menyuntik pasiennya. Komedi Suami-Suami Takut Istri pun, tidak bebas dari efek yang akan ditimbulkan kepada pemirsanya. Termasuk juga mempengaruhi cara pandang anak terhadapat bapaknya.
Untuk itu, dukungan sepertinya perlu diberikan kepada Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) yang sudah melakukan teguran terhadap stasiun televisi bersangkutan dan menetapkan komedi tersebut sebagai tayangan bermasalah (kompas.com, 14 Juli 2008).
Suami dalam Islam
Terlepas dari komedi Suami-Suami Takut Istri, dalam menata mahligai rumah tangga perlu kiranya setiap keluarga, baik itu suami maupun istri, kembali belajar memahami fungsi, hak dan kewajiban masing-masing dalam membina keluarga. Pernikahan dalam Islam selain menyatukan dua karakter yang berbeda, juga menyatukan ikatan menjadi kesatuan yang utuh untuk bersama-sama menyempurnakan perintah Sang Khalik. Islam memandang pernikahan bukan sebagai sarana untuk mencapai kenikmatan lahiriah semata, tetapi bagian dari pemenuhan naluri yang didasarkan pada aturan Allah (bernilai ibadah). Tujuannya sangat jelas, yaitu membentuk keluarga yang sakinah (tenang), mawaddah (penuh cinta), dan rahmah (kasih sayang) (QS.Ar-Rum:21). Dengan begitu, pernikahan akan mampu memberikan kontribusi bagi kesatabilan dan ketentraman masyarakat, karena kaum pria dan wanita dapat memenuhi naluri seksualnya secara benar dan sah.
Ada aturan baku yang diajarkan dalam Islam untuk para suami dan istri dalam membina rumah tangga. Untuk suami misalnya, kepentingan istri mentaatinya, telah disabdakan oleh Nabi Saw: "Seandainya dibolehkan sujud sesama manusia, maka aku akan perintahkan istri bersujud kepada suaminya. (HR:Ibnu Majah, Tirmidzi). Dalam hadits lain disebutkan, "Engkau sama dekatnya dengan Surga dan sama jauhnya dari Neraka sebagaimana dekatnya engkau dalam melayani suamimu", dan dalam riwayat lain "suamimu adalah Surgamu atau Nerakamu". (HR. Bukhari dan Muslim). Dari sini jelas, bagaimana istri harus berlaku kepada suami sebagai kepala keluarga. Selain itu, untuk memenuhi aspek keadilan dan menjaga hak hidup istri, maka suami diperintahkan memberi nafkah untuk kemaslahatan istri, memperlakukannya dengan lemah lembut dan pergaulilah dengan baik.
Jika hak dan kewajiban yang dibebankan kepada suami dan istri terpenuhi sebagaimana mestinya, maka keselarasan hidup dalam membangun sebuah keluarga akan terwujud. Tujuan dari pernikahan itu sendiri akan menjelma sempurna. Tidak seperti yang disodorkan dalam komedi Suami-Suami Takut Istri, yang tidak mustahil telah terjadi dalam keseharian hidup kita.
Untuk itu, demi membangun keselarasan dalam membina keluarga, perlu kiranya setiap kita memahami kembali makna suci pernikahan sehingga akan lahir tipe Suami-Suami Penyayang Istri atau juga sebaliknya, Istri-istri penyayang suami. Semoga!
Artikel ini dimuat juga di Harian Serambi Indonesia