Beda Madzhab Kenapa Ribut?


Berbeda paham dalam fiqih, sejatinya tidak membuat sekelompok orang menjadi beringas, menentang habis-habisan, dan merusak sebuah hajatan besar ulama di Lhokseumawe. Tapi apa hendak dikata, potret egoisme dan kekerasan atas nama memegang paham dalam fiqh kadung terjadi. Sekelompok santri yang tidak 'suka' atas terpilihnya seorang teungku, nekat berbuat anarkis. Mereka bertindak di luar kewajaran sebagai seorang manusia yang terdidik ajaran agama.
Sekelompok santri itu menilai, teungku yang kemudian terpilih sebagai Ketua Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) sering berseberangan paham. Bahkan diyakini mengancam punahnya tradisi yang telah lama mengakar dalam masyarakat, meski tradisi itu sama sekali tidak diajarkan dalam nash-nash pokok dalam ajaran Islam.
Itulah yang terjadi hari ini dalam lingkaran keseharian masyarakat kita. Di negeri ini, Aceh wa bil khusus, selalu saja ada pergesekan tajam soal madzhab ikutan, pengikut salah satu aliran madzhab sering tidak bisa menghargai mereka yang mengikuti jalur madzhab lainnya. Bahkan, babak belur saja dianggap biasa dan berjasa dalam membela madzhab ikutan yang hakikatnya adalah cabang dari inti sesungguhnya risalam Islam itu sendiri. Masyarakat kita, sering lupa pada hulu dimana risalah itu bermula, yaitu Alquran.
Kaum muslimin telah lama mengenal empat madzhab fikih yaitu madzhab Hanafi, Maliki, Syafi'i dan Hanbali. Empat madzhab ini pada hari ini dianut oleh mayoritas kaum muslimin di dunia, termasuk di Aceh. Empat madzhab ini memiliki kitab-kitab induk yang menjadi rujukan dan pegangan dalam bermadzhab. Empat madzhab ini memiliki ulama-ulama yang berkhidmat mendekatkan dan menjelaskan madzhab kepada masyarakat dan empat madzhab ini memiliki pengikut-pengikut dari kalangan kaum muslimin.
Madzhab fikih adalah metode ijtihad dalam masalah-masalah furu' syari'at Islam yang bertujuan mendekatkan hukum-hukumnya dan membuka jalan kepada hukum tersebut bagi kaum muslimin. Madzhab-madzhab fikih ini lahir dan tumbuh sebagai madrasah fiqhiyah untuk merespons kebutuhan kaum muslimin terhadap pengetahuan tentang hukum-hukum agama mereka dan menyiapkan hukum-hukum tersebut sebagai langkah antisipasi terhadap hadirnya masalah-masalah baru dalam kehidupan.
Ada pihak yang berlebih-lebihan dan ada pihak yang meremehkan. Kelompok yang pertama mewajibkan setiap muslim mengikuti salah satu dari empat madzhab tanpa keluar darinya walaupun hanya sejengkal, mengambil segala sesuatu yang ada di dalam madzhab tersebut tanpa menawarnya. Kelompok inilah yang kemudian sering menutup diri atas ijtihad fiqh yan dikeluarkan imam madzhab lainnya. Celakanya, kelompok fanatik pengikut sebuah madzhab sering lupa hakikat luhur dari ajaran Islam yang menghargai perbedaan, apalagi masih dalam koridor sesama muslim. Mereka cenderung menutup rapat-rapat adanya pendapat lain dalam masalah praktek ibadah ataupun muamalah.
Apa yang terjadi di Lhokseumawe, sejatinya menjadi pelajaran berharga bagi kita. Madzhab anutan yang diikuti seseorang tidak harus dijadikan batu loncatan ketidaksetujuan personal. Kaum santri yang berseberang mestinya berpikir dewasa bahwa apa yang menjadi anutan ulama dimaksud tidak akan mengantarkan mereka kepada kekafiran. Begitu juga, sosok ulama sebagai payung umat harus paham betul bahwa umat yang diayominya beraneka ragam watak, perilaku, termasuk juga madzhab ikutan. Maka dari itu, tugas ulama adalah menyampaikan inti ajaran pokok dari risalah Islam yang sesungguhnya. Adapun fiqih dari madzhab yang diikuti tidak mesti dijejalkan sebagai sebuah paham yang dipaksa untuk dijalankan. Jadi, tidak harus ribut merusak fasilitas milik MPU. Sang teungku pun tidak harus mengajak berdebat mati-matian untuk urusan yang satu ini. Masing-masing dari dua kubu berseberang hakikatnya masih satu atap, satu rumah, dan satu pegangan. Kenapa tidak bisa bermusyawarah, sebagai praktek yang sesungguhnya diajarkan agama,sebagai salah satu perintah dalam Alquran dalam menyelesaikan perselisihan.

Post a Comment

أحدث أقدم