FOTO JURNALISTIK

Menjadi wartawan foto? Kenapa tidak?

Ada beberapa alasan menjadi pewarta foto sebagai pilihan hidup. Di arus keterbukaaan setelah jatuhnya rezim Soeharto, informasi menjadi sesuatu yang penting. Dulu ketika masih ada Permenpen yang mewajibkan setiap perusahaan media massa cetak memiliki SIUPP, suatu Surat Izin Untuk Penerbitan Pers yang diberikan Deppen, yang fungsinya mengontrol pers. Tidak begitu banyak pilihan masyarakat untuk mendapatkan informasi dari media massa cetak. Masyarakat lebih percaya Rumors ketimbang berita yang disajikan media massa, baik itu media cetak, TV Radio apalagi pernyataan resmi dari pemerintah. Dengan dicabutnya lembaga SIUPP, kini sangat mudah untuk menerbitkan sebuah media massa cetak. Ada modal dan sumber daya manusia yang profesional maka jadilah koran, tabloid, majalah. Perkembangan baru ini membuat masyarakat mendapatkan informasi yang banyak dan beragam. Masyarakat menjadi lebih bertambah pengetahuannya dibidang, politik, ekonomi, budaya dan ilmu pengetahuan. Seiring dengan itu dibutuhkan sumber daya manusia yang profesional untuk menjalankan usaha ini.

Di era globalisasi yang serba cepat ini, persaingan antara media massa cetak, dan elektronik saling berlomba untuk berebut perhatian masyarakat. Visualisasi merupakan pilihan utama untuk menarik perhatian. Orang cenderung lebih suka mendengar dan melihat dari pada membaca banyak tulisan.

Oleh karena itu banyak media massa cetak sekarang lebih memperhatikan visualisasi dengan porsi yang agak besar untuk memudahkan pembaca mencerna berita. Bukan itu saja, sekarang mulai bertumbuhan media internet yang juga menyajikan berita dan foto. Ini tentu saja menjadi lahan bekerja yang baik untuk fotografer.

Sedikit tentang foto jurnalistik

Foto jurnalistik adalah membuat berita dengan menggunakan foto sebagai media informasi.

Fotojurnalistik mengajak kita melihat sesuatu yang tidak biasa kita lihat, seperti membawa kita ke tempat yang tidak pernah didatangi. Jadi apa itu foto jurnalistik ? Wilson Hicks menjawab dengan teorinya yang terkenal , Foto dan Kata-kata.

Penggabungan dua media komunikasi visual dan verbal inilah yang disebut sebagai foto jurnalistik. Kalau kita melihat surat kabar maka yang kita lakukan adalah melihat foto yang menarik, membaca teksnya, kemudian kembali melihat fotonya.

Foto pada hakekatnya punya kelebihan dari media oral. Selain mudah diingat, foto juga mempunyai efek ketiga yang timbul jika kita melihatnya. Foto bisa menimbulkan efek bayangan lain tergantung dari siapa, pekerjaan, pengalaman, pendidikan, pengetahuan dan inspirasi yang melihatnya.

Pada saat seseorang memutuskan belajar fotojurnalistik, dia akan masuk ke sebuah daerah dimana terdapat sebuah tradisi kuat untuk menyampaikan ‘sesuatu’-berita kepada orang lain-publik. Seperti yang dilakukan oleh fotografer seni, seorang wartawan foto harus mempunyai sentuhan artistik untuk menghasilkan image yang menyengat

Foto jurnalistik pada dasarnya adalah bercerita atau melaporkan suatu kejadian atau kenyataan dengan menggunakan medium foto. Seperti juga pelaporan dalam bentuk tulisan, maka pada foto pun berlaku bahwa yang kita sampaikan lewat foto haruslah jelas dan mudah dimengerti. Patokan 5W + 1H wajib dalam setiap melakukan pemotretan,

- What … Apa

- Who …. Siapa

- Why …. Mengapa

- Where.. Dimana

- When …Kapan

- How.. Bagaimana

foto tanpa keterangan yang lengkap bisa menjadikan foto itu tidak mempunyai arti apa-apa. Untuk sebuah foto jurnalistik ,foto yang baik dan mempunyai isi, lebih menarik dari sekedar foto yang indah. Foto digunakan untuk mengkomunikasikan apa yang dilihat, dicatat, dan dirasakan dan ingin dikomentari oleh pewarta foto kepada pembaca.

Bapak Jurnalistik AS, Prof. Clifton Edom dalam bukunya yang berjudul “ Photojurnalism, Priciples and Practices” menegaskan, “Seorang fotojurnalis pertama-tama adalah seorang wartawan. Mereka harus selalu memotret langsung di jantung peristiwa yang tengah panas-panasnya, mereka tidak bisa menciptakan foto dengan hanya mengangkat telefon. Mereka adalah mata dunia, dan selalu harus bisa melihat dari dekat apa yang terjadi dan melaporkannya”. Jadi menurut Bruce Baumann, penyunting senior dari Pittsburg press , “ Hal terpenting bagi seorang fotojurnalis adalah berfikir bahwa ia adalah seorang wartawan, yang kedua baru ia bertindak sebagai fotografer”.

Di medan liputan yang berkaitan dengan kekerasan, peperangan dan panggung-panggung yang eksplosif , fotojurnalis mempertaruhkan hidupnya, seperti: Robert Capa, Werner Bischop, Larry Burrows, Dickey Chappelle, David “Chim” Seymour, Eugene Smith, Willie Vicoy dan terakhir Ken Oosterbrock, menebus nyawanya dalam pengabdiannya pada fotojurnalistik.

Pada prinsipnya fotojurnalistik adalah salah satu alat untuk mengkomunikasikan atau menginformasikan ‘sesuatu’ kepada yang lainnya, sama seperti yang dilakukan oleh wartawan tulis di sebuah media cetak. Hanya saja mediumnya lain, yaitu visual. Sebagai alat informasi tentu saja perannya banyak ; bisa untuk memperbaiki sesuatu, atau memperburuk sebuah situasi. Foto seperti halnya tulisan, bisa dipergunakan untuk membentuk opini publik, tergantung siapa yang mempublikasikannya. Bisa menjadi alat propaganda, mengajak orang untuk berbuat baik atau merusak

MATRA DAN ELEMEN FOTOJURNALISTIK

Brian Lanker, seperti yang dikutip Frank P.Hoy dalam buku, “Photojournalism, Visual Approach (New York, Prentice Hall, 1986) mengungkapkan ada tiga jenjang yang baik sebagai basis seseorang memilih berkecimpung sebagai fotojurnalis.

- Yang pertama, “Snapshots” (pemotretan sekejap), adalah pemotretan yang dilakukan dengan cepat karena melihat sesuatu momen atau aspek yang menarik. Dilakukan dengan spontanitas dan reflek yang kuat. Jenjang pertama ini masih menyangkut pendekatan yang lebih pribadi. Foto yang dihasilkan tidak memerlukan keahlian khusus, tinggal memilih objek dan tekan tombol, hasilnya kadang tidak fokus, miskin teknis fotografi. Walaupun begitu hasilnya tetap dihargai sebagai sesuatu yang dapat diceritakan. Objeknya biasanya yang dekat dengan sipemotret , seperti keluarga, teman.

- Jenjang berikutnya, fotografi sebagai hobi, “advanced amateur photography”. Dalam tahapan lebih lanjut ini fotografer mulai menekankan faktor-faktor eksperimentasi dalam pemotretannya, tidak sekedar melakukan snapshot saja. Fotografer mulai memikirkan segi teknis fotografi yang benar, misalnya komposisi, pencahayaan, penggunaan lensa , dsb. Dalam tahapan ini fotografer biasanya mulai tertarik pada proses kamar gelap. Fotografer yang masuk dalam ketegori ini biasanya punya banyak waktu , uang untuk meyalurkan hobbynya, jumlahnya cukup banyak. Objek yang diambil menggambarkan ungkapan perasaan dari si pemotret terhadap manusia, alam dan keadaan di sekelilingnya.

- Tahap selanjutnya adalah “ art photography”, suatu jenjang yang lebih serius. Berbagai subjek pemotretan ditilik dengan interpretasi yang luas. Ekspresi subjektif terlihat dalam karya-karya tahapan ini. Kejelian, improvisasi, kreasi, dan kepekaan terhadap suatu objek menjadi basis kelompok ini. Pada kelompok ini seseorang dapat mengekspresikan diri tanpa harus mengikuti banyak aturan dan batasan yang berlaku.

- Akhirnya,”photojournalism”, berada pada tahap selanjutnya. Artinya dalam mengemban profesi tersebut, maka seorang fotojurnalis dianjurkan menguasai dengan fasih ketiga jenjang yang telah disebut sebelumnya.

Sebelum terminologi “fotojurnalistik” dikenal, para fotografer yang berkecimpung di sektor ini disebut “newsphotografers”, “pressphotografers” atau “magazine photographers”.

Ada lima elemen yang memperkuat fungsi fotojurnalistik:

- Kemerdekaan, independen

- Kemampuan teknis

- Kepekaan terhadap estetika

- Energi dan daya

- Keingintahuan intelektual.

Gabungan kelima elemen tersebut dapat menjadikan seorang ‘wartawan foto modern’ ,hal tersebut di ataslah yang bisa menggambarkan sikap dari kebanyakan wartawan foto yang berhasil.

Melengkapi elemen tersebut, David Longstreath, fotojurnalis kawakan di Associated Press , menambahkan perlu antusiasme yang stabil dalam menciptakan karya-karya foto jurnalistik. “Lenyapnya antusiasme berarti bencana bagi perkembangan seorang fotojurnalis”. Dia juga mengingatkan lajunya perkembangan teknologi perangkat fotografi menjadikan fotojurnalis harus selalu menyiapkan waktu untuk memantau dan mempelajari kemajuan tersebut.

KARATERISTIK FOTOJURNALISTIK

Wilson Hicks dalam bukunya menjabarkan 7 karateristik khas dalam salah satu cabang dalam ilmu komunikasi tersebut sebagai berikut :

1. Dasar fotojurnalistik adalah gabungan antara gambar dan kata. Keseimbangan data tertulis pada teks dan gambar adalah mutlak. Foto berita dapat mengungkapan cara pandang terhadap subjeknya, pesan yang disampaikan lebih penting dari pada sekedar ungkapan pribadi. Caption sangat membantu suatu gambaran bagi masyarakat. Bahkan foto esai pun memerlukan caption. Menurut Hicks, caption foto adalah :” Unit atau bagian dasar dari fotojurnalistik:. Pada bagian tersebut dapat dibentuk pendekatan fotojurnalistik.

2. Medium fotojurnalistik biasanya tercetak, bisa di media cetak, kantor berita, Koran atau majalah, tanpa memperhatikan tirasnya. Berbeda sekali dengan keberadaan foto penerangan yang muatanya adalah kisah sukses dan positif, maka informasi yang disebar dalam fotojurnalistik adalah sebagaimana adanya, disajikan sejujur-jujurnya.

3. Lingkup fotojunalistik adalah manusia. Itu sebabnya fotojurnalis harus mempunyai kepentingan mutlak pada manusia. Posisinya berada puncak piramida sajian dan pesan visual. Ginny Soutworth menyimpulkan “ merangkul manusia adalah pendekatan prioritas bagi fotojurnalis, karena kerja dengan subjek yang bernama manusia adalah segala-galanya dalam profesi tersebut”.

4. Bentuk liputan fotojurnalistik adalah suatu upaya yang muncul dari bakat dan kemampuan seseorang fotojurnalis yang bertujuan melaporkan beberapa aspek dari berita itu sendiri. Menurut Chick Harrity yang cukup lama bergabung dengan AP dan “US News & Report”, tugas fotojurnalis adalah melaporkan berita sehingga memberi kesan pada pembaca seolah-olah mereka hadir dalam peristiwa tersebut.

5. Fotojurnalistik adalah fotografi komunikasi, dimana komunikasi bisa diekspresikan seorang fotojurnalis melalui subjeknya. Objek pemotretan hendaknya mampu dibuat berperan aktif dalam gambar yang dihasilkannya sehingga lebih pantas menjadi subjek aktif.

6. Pesan yang disampaikan dari suatu hasil visual fotojurnalistik harus jelas dan segera dipahami seluruh lapisan masyarakat. Pendapat pribadi atau pengertian sendiri tidak dianjurkan dalam fotojurnalistik. Gaya pemotretan yang khas, Bahkan dengan polesan seni tidak menjadi batasan dalam berkarya. Yang penting pesan harus komunikatif bagi semua lapisan masyarakat.

7. Fotojurnalistik membutuhkan tenaga penyunting yang handal, berwawasan visual luas, populis, arif, jeli dalam menilai karya foto yang dihasilkan, serta mampu membina dan membantu mematangkan ide atau konsep sebelum memberi penugasan. Penyuntingan meliputi pemilihan gambar, saran-saran hingga meminta dilakukan suatu pengambilan gambar ulang jika kurang layak siar.

Critical moment

Fotografi jurnalistik yang baik bisa menangkap esensi dari “ seseorang” ataupun sebuah kejadian dan meninggalkan ingatan yang tidak terlupakan bagi setiap yang melihatnya.

Foto itu bisa menceritakan kengerian pada setiap pertempuran, menangkap karakter seorang politikus ketika melakukan perjalanan panjang kampanyenya , saksi sebuah kejadian yang luarbiasa , kemenangan, keberhasilan sebuah ekspedisi, ledakan bom atom, tangisan ketika mengantarkan kematian seorang tokoh .

Foto jurnalis yang baik adalah bila ia bisa membangun instingnya, berada di tempat yang yang benar pada waktu yang benar dengan kamera dan lensa yang tepat. Fotografer harus dapat menangkap ekspresi subjek yang sesungguhnya tanpa diketahuinya (disadari). Fotografer mengamati tetapi tidak mengatur. Keberhasilannya tergantung dari kemampuannya untu menangkap moment tanpa menginterupsinya.

Nilai suatu foto

Aktualitas. Semakin hangat suatu kejadian semakin besar minat yang ditimbulkan.

Hubungan yang dekat. Semakin dekat suatu kejadian dengan pembaca semakin mudah menarik perhatian.

Luarbiasa. Kejadian yang luar biasa membuat berita yang selalu dibicarakan dan ingin diketahui orang.

Prominansi. Foto-foto mengenai tokoh terkenal dan terkemuka selalu menarik untuk diperhatikan tingkah lakunya.

Penting. Peranan suatu foto tergantung dari pengaruh foto terhadap pembaca. Semakin sedikit pembaca yang tertarik semakin tidak ada artinya untuk dimuat.

Human interest. Foto-foto yang mengandung Human Interest bisa memberikan kepada pembaca nukilan-nukilan kehidupan yang nyata. Kebanyakan pembaca tertarik dan menaruh minat akan sesuatu yang terjadi pada anak kecil, remaja serta orang lanjut usia.

Universal. Foto-foto yang mempunyai daya tarik universal selalu menarik.

Kategori foto jurnalistik berdasarkan standar World Press Photo:

Foto Berita Spot (spotnews)

Foto berita Umum (General news)

Foto Alam dan Lingkungan (nature and environment)

Foto Potret (people in news)

Foto Iptek (science and technologi)

Foto Keseharian (daily life)

Foto Seni dan Budaya (arts)

Foto Olahraga (sports)

Semua kategori tersebut bisa dibuat secara tungggal atau dalam rangkaian gambar Photo Story).

Di samping itu, seluruh kategori tersebut memiliki sisi lain dari cara pengambilannya. Dalam hal ini membuat gambar dengan pendekatan foto feature atau foto-foto humanis, yang kesannya lebih dalam - gaya personal lebih menonjol - tidak sekedar memotret peristiwa namun pada merekam kondisi di balik peristiwanya.

Metoda EDFAT

Untuk memilih tindakan dalam kaitan mendapatkan foto jurnalistik sebagai pilihan profesi, maka metode yang diperkenalkan “Walter Cronkite School of Jurnalism and Telecommunication Arizona State University” sebagai metoda EDFAT yang mungkin tepat digunakan sebagai pembimbing dalam setiap penugasan ataupun mengembangkan suatu konsep fotografi pribadi.

EDFAT adalah metoda pemotretan untuk melatih cara pandang melihat sesuatu dengan detil yang tajam. Tahapan-tahapan yang dilakukan pada setiap unsur dari metoda itu adalah sesuatu proses dalam mengincar suatu bentuk visual atas peristiwa yang mempunyai nilai berita.

ENTIRE (E) . Dikenal juga sebagai established shot, suatu keseluruhan pemotretan yang dilakukan begitu melihat suatu suatu peristiwa atau bentuk penugasan lain untuk mengintai bagian-bagian untuk dipilih sebagai objek.

DETAIL (D). Suatu pilihan atas bagian tertentu dari keseluruhan pandangan terdahulu (entire), tahap ini adalah suatu pilihan pengambilan keputusan atas sesuatu yang dinilai tepat sebagai “point of interest”nya.

FRAME (F). Suatu tahap dimana kita membingkai suatu detil yang telah dipilih. Fase ini mengantar seorang calon foto jurnalis mengenal arti komposisi, pola, tekstur dan subjek pemotretan dengan akurat. Rasa artistik semakin penting dalam tahap ini.

ANGLE (A). Tahap dimana sudut pandang menjadi dominan, memotret dari ketinggian, bawah, atau sejajar pandangan mata.

TIME (T). Tahap penentuan penyinaran dengan kombinasi yang tepat antara diafragma dan kecepatan. Pengetahuan teknis atas keinginan membekukan gerakan atau memilih ruang tajam adalah salah satu persyaratan yang sangat diperlukan.

Dimana mendapatkan foto berita

Keberuntungan.

Keberuntungan tidak bisa dipelajari . Bila tidak disertai dengan teknik foto yang baik serta kemampuan untuk menindak lanjuti mau diapakan gambar yang telah terekam oleh film itu. Apabila si fotografer tidak bisa menampilkannya di halaman sebuah koran , sebagai sebuah foto berita, maka keberuntungan itu menjadi percuma saja.

Monitor Radio.

Mengantisipasi spot news seperti memperkirakan dimana kilat akan menyambar. Kata Robert Bowden dari St Petersburg Times. Untuk itu salah satu caranya adalah monitoring frekwensi radio yang dipunyai oleh Kepolisian, BIA, radio yang menyiarkan berita terkini. Polisi biasanya yang pertama kali mengetahui kejadian pembunuhan , kecelakaan maupun unjuk rasa.

.

Reporter yang mengkhususkan di satu bidang

Beberapa surat kabar biasanya menempatkan reporternya di sebuah pos tetap, misalnya DPR, Mabes TNI yang tugasnya memonitoring perkembangan di tempat tersebut.

Melakukan kontak dengan LSM, Ormas.

Banyak informasi yang diperoleh dari mereka, biasanya kalau mereka akan melakukan kegiatan, wartawan biasanya dihubungi untuk meliput untuk mengkomunikasikan apa yang ingin disampaikan.

Humas dan press release

Untuk memberikan informasi mengenai perusahaan atau Departemen kepada pihak luar biasanya Humas mengundang media massa dan membuat press release. Begitu juga kalau kita mebutuhkan segala informasi mengenai perusahaan atau kegiatan salah pemimpin di perusahaan itu kita dapat mencari informasi kepada Humas atau Sekretaris pribadinya.

Acara di surat kabar atau majalah khusus

Surat kabar atau majalah biasanya mencantumkan kalender acara suatu kegiatan, misalnya kontes burung, festival kesenian, dsb. Mungkin dari acara itu ada sisi lain yang menarik untuk diliput.
Bekerja dengan wartawan tulis

Permintaan foto adalah awal dari sebuah proses.

Kebanyakan media massa cetak mempunyai lebih banyak wartawan tulis dari pada wartawan foto. Dari sumber yang mereka miliki banyak berita dikembangkan, ketika redaktur menyetujui usulan penulisan berita, biasanya wartawan tulis mengusulkan permintaan foto. Untuk pewarta foto, kunci untuk melakukan peliputan yang baik tergantung dari informasi dan perencanaan dari permintaan foto tersebut, termasuk di dalamnya nama atau peristiwa yang akan difoto waktu dan tempat, mungkin juga nomor telefon sumber kalau ada perubahan yang mendadak.

Diskusi pewarta foto dan wartawan tulis,

Kalau keadaan memungkinkan, wartawan tulis, pewarta foto dan redaktur yang bersangkutan bertemu sebelum menjalankan penugasan untuk berdiskusi. Keuntungannya selain pewarta foto mengetahui permasalahan yang akan dihadapi ialah pewarta foto dapat mengusulkan visualisasi yang menggambarkan cerita tersebut, apakah itu foto candid, potrait, foto ilustrasi, dan juga dapat memperkirakan berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk mendapat gambar tersebut.

Waktu yang terbaik untuk menjalankan penugasan.

Pada beberapa surat kabar dan majalah, reporter membuatkan janji untuk pemotretan. Kadangkala itu menghemat waktu, tetapi kadangkala pengaturan waktu itu malah menghilangkan kesempatan untuk membuat foto yang baik. Hal ini bisa terjadi karena adanya perbedaan persepsi tentang sebuah visualisasi. Reporter mungkin dalam mendapatkan berita tidak tergantung waktu dan tempat, sedangkan pewarta foto sangat memperhatikan hal itu karena berhubungan dengan cahaya, aktivitas sumber yang tidak bisa direkonstruksikan dengan cerita.

Pewarta foto menjadwalkan sendiri penugasan.

Ketika redaktur dan reporter membuat lembaran penugasan, tidak selalu menyertakan kebutuhan khusus untuk pewarta foto. Reporter dapat menunda pembicaraan atau menelefon kembali sumber berita untuk mendapatkan melengkapi bahan, sedangkan pewarta foto harus ada di lokasi pada saat mengerjakan penugasan. Untuk mendapatkan foto yang diinginkan sebaiknya pewarta foto tidak mengandalkan reporter, begitu mendapat segala informasi mengenai sumber berita , buatlah janji untuk mengadakan pemotretan dan memutuskan foto seperti apa yang akan dibuat untuk menyertai berita. Hal ini penting karena kita dapat menangkap dan memperlihatkan sisi yang lain dari subjek kita

Kerja sama di lapangan.

Dalam beberapa keadaan, pewarta foto dan reporter melakukan peliputan secara bersama-sama. Kadang reporter lebih tahu tokoh yang penting, kadang-kadang pewarta foto harus kehilangan waktu beberapa detik untuk melindungi dari kekerasan pengunjuk rasa jalanan. Meskipun demikian reporter dan pewarta foto tidak selalu harus jalan beriringan, sementara pewarta foto harus memperhatikan setiap kejadian sampai selesai, reporter harus mencek kutipan dan ejaan nama dengan benar.

Walaupun keduanya berjalan sendiri-sendiri, diperlukan pertemuan sekali-sekali untuk saling konfirmasi tentang kejadian yang baru terjadi agar pesan dari gambar dan dan kata-kata dapat ditangkap oleh pembaca.

Kemana menjual foto.

Tergantung dari apakah anda fotografer staf atau fotografer freelance

Kalau anda wartawan freelance, anda dapat menawarkan foto itu ke koran lokal apabila tersebut beruang lingkup kecil, tetapi bisa juga dijual ke koran Nasional atau kantor berita seperti AP, AFP, Reuter, biasanya mereka kekurangan fotografer staff

Jangan menganggap remeh sebuah foto dan jangan menunggu terlalu lama untuk mendapatkan pembeli. Karena foto spot bisa kurang bernilai kalau sudah melewati batas waktu. Berapa harga foto jurnalistik ?, tergantung dari nilai berita, kualitas dan pembelinya.. Menjalin hubungan dengan fotografer yang bekerja di media massa menjadi cukup penting.
Mana yang boleh difoto dan yang tidak
Aturan dalam pengambilan gambar pada tempat tertentu

Tempat umum. Mengambil foto di tempat umum, seperti di pinggir jalan, kebun binatang, bandara udara , juga di lingkungan kampus atau di sekolahan. Tetapi bila mengambil gambar di dalam kelas, harus meminta persetujuan dari dosen atau pengajar. Dalam kegiatan umum kita juga bisa membuat foto seseorang selama tidak mengganggu pekerjaan orang itu, seperti polisi yang sedang mengatur lalu lintas.

Gedung Pemerintahan umum yang mempunyai aturan Khusus

Gedung tertentu walaupun milik umum, seperti gedung DPR, Departemen Rumah Sakit dengan pengecualian Markas Militer dan Penjara, mempunyai aturan khusus.

Ruang Pengadilan.

Biasanya dalam sidang-sidang tertentu dibuat aturan khusus apabila sidang tengah memperkarakan peristiwa besar. Misalnya mereka hanya memberikan kesempatan bagi para wartawan foto pada tiga kesempatan, sebelum sidang dimulai, saat istirahat, dan saat persidangan selesai

.

Beberapa hak pokok individu yang dilindungi oleh hukum federal di Amerika Serikat

- Gangguan atas pengambilan foto dimana hak privasi seseorang memang diperlukan.

- Penggunaan foto untuk kepentingan suatu produk tanpa persetujuan

Sepihak, sehingga menyebabkan seseorang terlihat buruk.

- Pengambilan foto asli akan tetapi foto tersebut bersifat pribadi atau memalukan.

KODE ETIK PEWARTA FOTO INDONESIA (PFI)

Yang ditetapkan pada Kongres PFI ke-1 di Jakarta tanggal 19-20 September 2001

1. Pewarta Foto menghormati hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar.
2. Pewarta Foto mengutamakan kepentingan umum.
3. Pewarta Foto adalah profesional yang mandiri dan independen untuk menggambarkan kebenaran.
4. Pewarta Foto tidak memanfaatkan profesi jurnalistik demi kepentingan pribadi.
5. Pewarta Foto Indonesia menghargai hak cipta setiap karya foto jurnalistik dengan mencantumkan akreditasi yang sesungguhnya.
6. Pewarta Foto menghargai harkat dan martabat serta hak pribadi sumber berita.
7. Pewarta Foto menjunjung tinggi kehidupan pribadi, kecuali menyangkut kepentingan umum.
8. Pewarta Foto menghormati asas praduga tak bersalah.
9. Pewarta Foto menempuh cara yang etis, sopan, dalam memperoleh dan menyiarkan berita visual serta memberikan identitas yang jelas kepada sumber informasinya.
10. Pewarta Foto tidak menerima suap dalam segala perwujudannya.
11. Pewarta Foto menempuh cara yang sopan dan persuasif untuk memperoleh bahan pemberitaan foto dan memperlihatkan identitas yang jelas dan sah.
12. Pewarta Foto menghindari kebencian, sikap merendahkan, diskriminasi, ras, suku bangsa, agama, antar golongan, pornografi, dan kesadisan.
13. Pewarta Foto menjaga kehormatan pihak korban dalam kejahatan susila.
14. Pewarta Foto anti plagiatisme.
15. Pewarta Foto menghindari fitnah dan pencemaran nama baik.
16. Pewarta Foto tidak menyiarkan berita foto yang menyesatkan.
17. Pewarta Foto tidak merekayasa citra dalam foto berita.
18. Hal lainnya yang berkaitan dengan kasus-kasus kode etik pewarta foto Indonesia akan diselesaikan Majelis Kode Etik Foto Jurnalistik.

Mengingat konsekuensi-konsekuensi yang telah diuraikan di atas, maka seorang wartawan foto haruslah bersikap hati-hati dalam pemotretan dan penyiaran fotonya, sesuai ketentuan dan undang-undang yang berlaku.

Yang paling utama bagi seorang wartawan foto adalah kejujuran dan keseimbangan yang disertai dengan kontrol diri (Self Censorship).

disusun dari berbagai sumber

Post a Comment

Previous Post Next Post